kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Ada Rencana Denda Pelanggar Pemanfaatan Lahan Sawit, Ini Kata Gapki


Selasa, 26 September 2023 / 19:51 WIB
Ada Rencana Denda Pelanggar Pemanfaatan Lahan Sawit, Ini Kata Gapki
ILUSTRASI. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut, tumpang tindih lahan perkebunan sawit dengan kawasan hutan disebabkan karena adanya masalah tata ruang.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tidak mempersoalkan penerapan sanksi seperti yang tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Namun, Ketua Umum Gapki Eddy Martono menekankan pelaksanaan aturan harus tetap melihat sejarah perolehan izin yang diperoleh pelaku usaha. Ia memberi contoh ketika pelaku usaha yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) waktu mendapatkan izin di awal, seharusnya pemerintah daerah (pemda) sudah melihat tata ruang pada saat itu.

"Dan kebanyakan izin di bawah tahun 2007 sebelum UU No 26 tahun 2007 tentang tata ruang, kebanyakan tata ruang antara pusat dan daerah tidak sinkron pelaku usaha dasar mendapatkan izin adalah dari daerah. Jadi jangan sampai karena permasalahan ini justru yang bermasalah menjadi si pelaku usaha padahal HGU sudah diterima sebagai pengakuan hak tertinggi sesuai UU Agraria," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Selasa (29/9).

Baca Juga: Uni Eropa Berniat Terapkan Kebijakan Antideforestasi, Indonesia Minta Dukugan Belanda

Ia mengatakan, tumpang tindih lahan perkebunan sawit dengan kawasan hutan disebabkan karena adanya masalah tata ruang. Penyelesaian masalah tata ruang harus bisa diselesaikan dengan baik.

"Kalau masalah tata ruang selesai kemudian tata batas kawasan hutan maupun hutan jelas seharusnya ke depan tidak ada lagi masalah seperti ini," imbuhnya.

Gapki menyoroti mengenai adanya izin yang sudah sesuai prosedur di awal, namun karena perbedaan tata ruang antara pusat dan daerah kemudian menjadi tumpang tindih dengan kawasan hutan.

"Seperti kasus Kalteng dan beberapa Provinsi lain yang ada perubahan kebijakan dimana sebelumnya bukan di dalam kawasan hutan tiba-tiba masuk kawasan hutan yang seperti ini juga banyak termasuk juga milik petani sudah mendapatkan SHM di tahun 1980-an dengan program PIR-TRANS tetapi sekarang masuk kawasan hutan. Ini menyebabkan mereka tidak bisa mengurus dana PSR," ungkapnya.

Diketahui, pemerintah telah menetapkan sejumlah alternatif penyelesaian hukum bagi perusahaan yang melanggar ketentuan pemanfaatan lahan-lahan sawit di Tanah Air.

Alternatif pertama dari penyelesaian yang melanggar ialah dengan denda administratif dan menyelesaikan seluruh persyaratan.

"Kalau melanggar, tidak mau juga kooperatif sampai waktu yang ditentukan, ya November nanti ketentuannya akan dipidanakan. Penyelesaian pemanfaatan lahan-lahan sawit secara tidak sah sudah diputuskan akan denda administratif dan penyelesaian atas kerugian negara dengan berbagai dendanya," ujar Menko Polhukam Mahfud Md.

Mahfud juga menjelaskan, perusahaan yang tidak kooperatif akan dipidanakan. Adapun, pidana tersebut tidak hanya menghitung kerugian negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara.

Baca Juga: Gapki Prediksi Penurunan Produksi CPO Akibat El Nino Tak Sampai 10%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mudah Menagih Hutang Penyusunan Perjanjian & Pengikatan Jaminan Kredit serta Implikasi Positifnya terhadap Penanganan Kredit / Piutang Macet

[X]
×