kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

4 Usulan pemerintah di RUU TKI


Selasa, 19 Januari 2016 / 14:39 WIB
4 Usulan pemerintah di RUU TKI


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pemerintah mengusulkan empat catatan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN).

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, secara prinsip, pandangan DPR melalui inisiasi RUU tentang PPILN ini sejalan dengan pandangan Pemerintah. "Kami ingin menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa, termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri," kata Hanif, Selasa (19/1).

Adapun empat hal yang menjadi masukan bagi DPR tersebut adalah pertama, dalam undang-undang yang baru hendaknya mengutamakan peran warga Indonesia dalam proses migrasi dan seluruh aspek.

Oleh karena itu, perlindungan TKI melekat dalam keseluruhan proses migrasi, baik sebelum, selama dan sesudah bekerja. Dengan demikian, Pemerintah mengusulkan judul RUU menjadi Undang-Undang tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Kedua, Pemerintah telah berkomitmen untuk mengikuti norma-norma dan standar perlindungan pekerja migran yang berlaku secara universal. Salah satunya adalah melalui pengesahan Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2012.

Ketiga, Pemerintah berpandangan perlunya kejelasan peran dan fungsi pemangku kepentingan, termasuk regulator dan pelaksana kebijakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dalam pemberian pelayanan kepada TKI tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) serta pelayanan yang mudah, murah, cepat, sederhana, transparan dan terpadu dapat diwujudkan.

Keempat, Pemerintah berpandangan bahwa migrasi adalah sesuatu hal yang dinamis. Oleh karena itu undang-undang baru ini seyogyanya hanya mengatur prinsip-prinsip umum sehingga bersifat fleksibel terhadap dinamika perkembangan ketenagakerjaan nasional maupun internasional.

Pengaturan yang bersifat teknis dapat dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari undang-undang ini. "Kita ingin soal migrasi menjadi hak atau pilihan," kata Hanif.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×