Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perekonomian Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan tahun ini. Sejumlah risiko akan membayangi, khususnya risiko yang berasal dari eksternal.
Pertama, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Rencananya, The Fed akan menaikkan suku bunga acuan lebih lanjut di tengah pemulihan ekonomi global yang menguat. Hal ini tentu akan berimbas pada mata uang negara-negara di dunia, termasuk rupiah.
Kedua, pelemahan rupiah tersebut juga akan berimbas pada beban utang Indonesia. Rupiah yang melemah akan membuat beban utang meningkat sehingga akan memberatkan anggaran negara.
Ketiga, era bunga rendah berakhir. Hal ini akan berdampak pada mahalnya biaya kredit. Keempat, harga minyak mentah yang meningkat yang berdampak pada membengkaknya anggaran subsidi.
Sementara dari dalam negeri, adanya risiko politik sebagai dampak dari pemilihan kepala daerah (pilkada) provinsi dan setahun menjelang pemilihan presiden (pilpres). Belum lagi risiko dari struktur ekspor Indonesia yang berbasis sumber daya alam (SDA) dan mulai terkonstrasi ke China.
Meski demikian, pemerintah meyakini APBN 2018 siap menghadapi tantangan-tantangan itu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan menjalankan APBN 2018 dengan teliti.
"Target-target penerimaan dan pemgeluarannya sangat terukur sehingga kredible, dan angka defisit tahun depan sangat moderat," kata Suahasil kepada KONTAN.
Tak hanya dari sisi anggaran, Suahasil bilang pemerintah juga akan terus mengupayakan perbaikan di sektor riil dengan berbagai reformasi struktural yang dapat mendorong konsumsi, investasi serta ekspor.
Pemerintah lanjut dia, juga terus menjalankan koordinasi dengan otoritas moneter. Hal itu dilakukan, "Untuk memastikan sinergi antara kebijakan fiskal, reformasi struktural, dan kebjakan moneter," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News