kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.597.000   -12.000   -0,75%
  • USD/IDR 16.179   1,00   0,01%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

100 Hari Prabowo, Wajib Pajak Dibuat Bingung oleh Ketidakpastian Kebijakan


Senin, 27 Januari 2025 / 15:31 WIB
100 Hari Prabowo, Wajib Pajak Dibuat Bingung oleh Ketidakpastian Kebijakan
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww. 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto menyisakan tanda tanya besar bagi pelaku usaha dan Wajib Pajak di Indonesia.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto menyisakan tanda tanya besar bagi pelaku usaha dan Wajib Pajak di Indonesia.

Ini tidak terlepas dari kebijakan perpajakan yang dinilai membingungkan Wajib Pajak, termasuk pelaku usaha.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mencatat, ada sejumlah langkah signifikan yang dapat dijadikan evaluasi, termasuk keberanian pemerintah dalam membatalkan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang dianggap berisiko bagi fiskal dalam APBN 2025.

Langkah berani itu, menurut Fajry, patut diapresiasi karena menunjukkan presiden mendengarkan protes masyarakat.

Baca Juga: 100 Hari Prabowo, Kejagung Sita Aset Perkara Duta Palma hingga Suap 3 Hakim

Meski begitu, ia menyoroti buruknya waktu pengumuman yang dilakukan beberapa jam sebelum pergantian tahun.

"Memang timingnya kurang tepat. Mengapa diberitahukan beberapa jam sebelum pergantian tahun? Padahal para pelaku usaha perlu waktu untuk melakukan penyesuaian," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (27/1).

Akibatnya, para pelaku usaha harus menggunakan mekanisme penggunaan nilai lain yang dianggap lebih sulit secara administrasi dibandingkan sebelumnya.

Selain itu, ketidakpastian semakin diperparah oleh isu liar kebijakan pajak yang dilemparkan oleh pihak-pihak di luar Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

Fajry mengkritik munculnya wacana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Tax Amnesty Jilid III yang bukan berasal dari kementerian berwenang.

"Para pelaku usaha kan kemudian bingung dengan rencana kebijakan pemerintah ke depan. Mereka tidak bisa melakukan antisipasi," katanya.

Oleh karena itu, Fajry menegaskan,  ranah kebijakan fiskal seharusnya tetap berada di bawah satu pintu, yakni Kementerian Keuangan, kecuali jika ada kebijakan yang beririsan dengan kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian atau Kementerian Perdagangan.

"Jadi banyak sekali isu liar yang kemudian membuat Wajib Pajak atau pelaku usaha bingung. Ini perlu dikoreksi," tegas Fajry.

Baca Juga: 100 Hari Prabowo-Gibran, Belanja Membesar tapi Sulit Genjot Penerimaan

Selanjutnya: Harga Emas Turun Dipicu Penguatan Dolar AS, Investor Menanti Keputusan The Fed

Menarik Dibaca: Harga Emas Hari Ini Tumbang Pasca-Naik Empat Minggu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×