kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga pakar dukung akses data nasabah


Selasa, 20 Februari 2018 / 11:20 WIB
Tiga pakar dukung akses data nasabah


Reporter: Anggar Septiadi, Fahriyadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menghadirkan sejumlah saksi ahli dalam lanjutan sidang uji materi atau judicial review Undang-Undang (UU) No. 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Ada tiga ahli yang dihadirkan pemerintah dan semuanya sepakat bahwa beleid ini konstitusional dan memang dibutuhkan untuk kepentingan bangsa dan negara.

Chatib Basri, pengamat ekonomi yang juga mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 yang menjadi ahli dari pemerintah menilai UU No. 9/2017 dibutuhkan agar pemerintah bisa meningkatkan perekonomian lewat penerimaan perpajakan. "Bila penerimaan pajak selalu gagal, maka konsekuensinya adalah pemerintah tak bisa menyediakan anggaran atau rasio utang akan meningkat," ujarnya, Senin (19/2).

Menurutnya, konsekuensi bila pemerintah tidak bisa meraih penerimaan pajak sangat membahayakan ketahanan ekonomi keseluruhan. Selain itu, Chatib mengakui sebagai mantan Menteri Keuangan, sangat sulit memperoleh data pajak. Alhasil petugas pajak kerap memburu wajib pajak yang telah membayar pajak dengan baik sehingga muncul istilah "Berburu di Kebun Binatang".

Hal senada dikatakan oleh pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam. Dia menilai, keberadaan beleid ini menjadi salah satu solusi mengatasi situasi penghindaran pajak yang cukup masif selama ini.

Dia menyebutkan, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu), di Indonesia ada 131 juta pekerja aktif namun yang terdaftar sebagai wajib pajak hanya 36 juta. Dari jumlah wajib pajak ini yang wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) sekitar 16,6 juta. "Dari situ yang melapor SPT sekitar 12 juta wajib pajak atau 72%. Hal ini menjadi acuan bahwa kepatuhan wajib pajak masih rendah," ujarnya.

Sedangkan pengamat pajak yang juga Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, akses keterbukaan informasi keuangan domestik telah menjadi praktik umum di banyak negara. Toh, negara akan menjamin perlindungan privasi agar data nasabah tak diselewengkan. "Kinerja pajak yang tak kunjung membaik butuh solusi yang radikal dan progresif," ucapnya.

Para ahli sepakat aturan ini tidak melanggar konstitusi seperti yang diajukan pemohon, Fernando Manulang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×