kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Politik: DPR digaji oleh rakyat kenapa harus membentengi diri dari rakyat


Rabu, 14 Februari 2018 / 16:18 WIB
Pengamat Politik: DPR digaji oleh rakyat kenapa harus membentengi diri dari rakyat


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang disahkan DPR beberapa waktu lalu menuai kritik dari berbagai kalangan. Salah satunya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menganggap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengacaukan garis-garis ketatanegaraan.

Hal itu ia sampaikan di kantor kepala staf presiden, Rabu (14/2). Menurut Mahfud, DPR telah mencampuradukkan masalah etik dengan masalah hukum. "Itu sudah mengacaukan garis-garis ketatanegaraan," jelasnya.

Adapun kedua hal tersebut tidak seharusnya dilakukan anggota dewan. Sebab, permasalahan menghina pejabat publik dan lembaga publik lainnya itu sudah terdapat di diatur melalui KUH Pidana.

"Jadi sebetulnya, penghinaan DPR itu tidak perlu lewat dewan etik karena sudah ada ketentuannya di KUH Pidana," tambah Mahfud. Dengan demikian, proses hukum terkait pencemaran nama baik DPR oleh MKD itu sudah ranahnya penegak hukum.

"Itu sudah ranah lembaga nomokrasi yakni pengadilan, polisi dan jaksa," tutup dia.

Sekadar tahu saja, ada tiga pasal yang dianggap kontroversial dalam UU MD3 ini. Pertama, pasal 73 tentang pemanggilan paksa, di mana saat ini DPR berhak memanggil paksa setiap orang yang mangkir tiga kali berturut-berturut dari panggilan anggota dewan.

Bahkan lewat pasal ini, polisi pun bisa dilibatkan untuk menyandera selama 30 hari selama menjalankan panggilan paksa yang diamanatkan parlemen.

Kedua, pasal 122 yang menyatakan MKD kini bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ketiga, pasal 245 terkait hak imunitas anggota dewan yang diperkuat. Sebab, saat ini setiap aparat penegak hukum yang berniat memeriksa anggota dewan dalam kasus tindak pidana harus mendapat izin presiden dan atas pertimbangan MKD.

Maka tak heran dengan ketiga hal tersebut, jika DPR disebut sebagai lembaga superbody. Bahkan menurut pengamat publik Hendri Satrio, DPR telah membuat rumit seluruh level.

Sebab, anggota dewan cenderung membentengi diri dari celotehan rakyat. "Sementara perlu diingat, kewajiban dan gaji mereka (anggota DPR) dibayar oleh rakyat tapi mengapa anggota dewan cenderung menghindar dari rakyat? bukannya menerima kritikan dari rakyat," jelasnya.

Apalagi , DPR bukan merupakan simbol negara. Padahal, menurut Hendri masih banyak yang lebih penting untuk dibahas dari UU MD3 ini dibanding harus memperkuat kelembagaan DPR itu sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×