Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Nama Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan disebut-sebut dalam surat dakwaan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau Gulat Medali Emas Manurung terkait suap menyuap kepada Gubernur Riau Annas Maamun dalam pengajuan revisi usulan perubahan luas kebun kelapa sawit di Riau.
Jaksa Kresno Anto Wibowo menyebut, Zulkifli yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Kehutanan mengunjungi Riau dalam rangka HUT Riau pada 9 Agustus 2014. Saat itu, Zulkifli memberikan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar (Ha), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 Ha, dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 Ha di Provinsi Riau.
Kemudian, dalam pidato perayaan HUT itu, Zulkifli memberi kesempatan kepada masyarakat melalui Pemda Provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau keawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.
Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi tersebut, Annas memerintahkan Kepala Bappeda Riau, M Yafiz dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Irwan Effendy untuk melakukan penelaahan terkait keberadaan kawasan yang masih masuk sebagai kawasan hutan. Kawasan tersebut rencananya diusulkan direvisi menjadi bukan kawasan hutan atau Area Penggunaan Lainnya (APL).
Selanjutnya dilakukan penelaahan oleh Yafiz dan Irwan bersama-sama dengan Cecep Iskandar (Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan), Supriadi (Kepala Seksi Tata Ruang Beppeda), Ardesianto (Kepala Seksi Perpetaan Dinas Kehutanan), dan Arief Despensary (Kepala Seksi Penatagunaan Dinas Kehutanan).
Hasil telaahan tersebut dilaporkan kepada Annas. Setelah dikoreksi oleh Annas, kemudian diterbitkan Surat Gubernur Riau perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau Dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan. Surat itu kemudian dibawa ke Zulkifli Hasan pada 14 Agustus 2014.
"Dalam pertemuan tersebut, Zulkifli Hasan memberikan tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut," kata Jaksa Ikhsan Fernanzi.
Adapun peruntukan kawasan yang diberi tanda centang tersebut yakni untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 Ha di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu kata Jaksa Ikhsan, Zulkifli secara lisan juga memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30.000 Ha.
Gulat, yang mengetahui adanya pengajuan revisi tersebut, menemui Annas Maamun di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan dan menjadi bukan kawasan hutan.
Namun, berdasarkan penelahaan, ada beberapa kawasan yanh diusulkan gulat yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung. Gulat memaksa kawasan itu dimasukkan ke dalam usulan Gubernur.
Atas hal itu, Annas meminta uang kepada Gulat sebesar Rp 2,9 miliar untuk mengurus hal itu. Namun, Gulat hanya mampu menyiapkan US$ 166,100 atau setara Rp 2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar kurang lebih US$ 125 ribu atau setara 1,5 miliar dan sisanya kurang lebih US$ 41.100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat sendiri.
Uang tersebut kemudian diserahkan Gulat mrlalui ajudan Annas bernama Triyanto di kediaman Annas di Cibubur, Jakarta Timur. Setelah uang itu diterima Annas, ia menelepon Gulat untuk menukar uang itu dengan mata uang Dollar Singapura.
Uang itu akhirnya ditukar dengan mata uang Dollar Singapura sejumlah SG$ 156.000 dan mata uang rupiah sejumlah Rp 500 juta keesokan harinya. Uang itu kembali diserahkan Annas dan disimpan di kamarnya.
Terkait hal ini, Gulat didakwa menyuap Annas sebesar US$ 166.100 terkait pengajuan revisi usulan perubahan luas kebun kelapa sawit menjadi bukan kawasan hutan di Kabupaten Kuantan Senggigi dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Atas perbuatan itu, Gulat didakwa melangar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sebagaimana pasal tersebut, Gulat terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News