Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI) Tulus Abadi menganggap Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres melanggar regulasi atas meninggalnya bayi bernama Tiara Debora pada Minggu (3/9).
Bayi Debora meninggal karena tidak mendapat penanganan kesehatan yang cukup di rumah sakit tersebut.
"Jika dilihat kronologinya, pihak rumah sakit patut diduga dengan kuat pelanggaran regulasi bahkan pelanggaran kemanusiaan dan sumpah profesi dokter," ujar Tulus kepada Kompas.com, Minggu (10/9).
Tulus mengatakan, semestinya pihak rumah sakit mengutamakan keselamatan Debora sebagai pasien yang butuh penanganan sesegera mungkin. Namun, pihak rumah sakit malah menyodorkan kewajiban uang muka yang belum bisa dipenuhi keluarga saat itu juga.
"Selain itu, secara regulasi dilarang mengenakan uang muka pada pasien dengan alasan apa pun," kata Tulus.
Tulus mengatakan, YLKI mendesak agar Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah mengusut kasus ini. Tak hanya itu, pihak manajemen rumah sakit juga patut dikenakan sanksi.
"Sungguh tak patut menelantarkan pasien tanpa alasan yang jelas dan terukur apalagi hanya alasan keuangan," kata Tulus.
"Dari sisi profesi dokter, hal ini melanggar sumpah profesi kedokteran," ujar dia.
Sebelumnya, Debora sudah seminggu terserang flu disertai batuk. Ibunda Debora, Henny, sempat membawa Debora ke RSUD Cengkareng untuk pemeriksaan.
Dokter di sana kemudian memberinya obat dan nebulizer untuk mengobati pilek Debora. Karena kondisinya semakin parah, akhirnya Debora dibawa ke RS Mitra Keluarga Kalideres.
Tiba di rumah sakit, dokter jaga saat itu langsung melakukan pertolongan pertama dengan melakukan penyedotan (suction).
Memperhatikan kondisi Debora yang menurun, dokter menyarankan dirawat di ruang pediatric intensive care unit (PICU). Dokter pun menyarankan orang tua untuk mengurus administrasi agar putrinya segera mendapatkan perawatan intensif.
Karena rumah sakit tersebut tak melayani pasien BPJS, maka Rudianto dan Henny harus membayar uang muka untuk pelayanan itu sebesar Rp 19.800.000. Namun Rudianto dan Henny hanya memiliki uang sebesar Rp 5 juta dan menyerahkannya ke bagian administrasi.
Namun, ternyata uang tersebut ditolak meski Rudianto dan Henny telah berjanji akan melunasinya segera. Pihak rumah sakit sempat merujuk Debora untuk dirawat di rumah sakit lain yang memiliki instalasi PICU dan menerima layanan BPJS.
Setelah menelpon ke sejumlah rumah sakit, Rudianto dan Henny tak juga mendapatkan ruang PICU kosong untuk merawat putrinya. Kondisi Debora terus menurun hingga akhirnya dokter menyatakan bayi mungil tersebut meninggal dunia.
Penjelasan Rumah Sakit
Dalam keterangan persnya, manajemen RS Mitra Keluarga menyampaikan bahwa awalnya Debora diterima IGD dalam keadaan tidak sadar dan tubuh membiru.
Menurut pihak rumah sakit, Debora memiliki riwayat lahir prematur dan penyakit jantung bawaan (PDA). Debora juga terlihat tidak mendapat gizi yang baik.
Pihak rumah sakit menyebut pihaknya telah melakukan prosedur pertolongan pertama berupa penyedotan lendir, pemasangan selang ke lambung dan intubasi (pasang selang napas), lalu dilakukan bagging atau pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas, infus, obat suntikan, dan diberikan pengencer dahak (nebulizer).
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi pun dilakukan.
Rumah sakit pun menyarankan Debora dirawat di instalasi PICU dan mengetahui bahwa pihak keluarga menyampaikan kendala biaya.
Untuk itu, pihak rumah sakit memberikan solusi dengan merujuk Debora untuk dirawat di rumah sakit yang memiliki instalasi PICU dan melayani pasien BPJS.
Pihak rumah sakit membantah jika pihak mereka yang telah menyebabkan Debora meninggal akibat tak melakukan pelayanan sesuai prosedur.
Penulis: Ambaranie Nadia Kemala Movanita.
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: YLKI Minta Kemenkes Beri Sanksi Rumah Sakit atas Kematian Bayi Debora
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News