Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - MANADO. Kepala Divisi Assesmen Makro Ekonomi Bank Indonedia Fadjar Majardi mengatakan, saat ini ada dua indikasi perang lain selain perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang membayangi ekonomi global.
Dua indikasi itu adalah perang nilai tukar dan yang perang kebijakan moneter. Fadjar menjelaskan, perang nilai tukar terlihat dari China yang sengaja melemahkan mata uangnya (Yuan) demi meningkatkan daya saing eskpor.
Sementara untuk perang kebijakan moneter yakni terlihat dari berbagai negara yang mulai mengetatkan kebijakan moneternya. Seperti Inggris yang diprediksi akan kembali menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin di kuartal III-2018.
Langkah itu diprediksi juga akan diterapkan juga di negara-negara maju lainnya seperti India sebesar 25 bps, Filipina 50 bos, dan Kanada 25 bps. "Melihat hari ini bisa dibilang ada tedensi moneter policy war," ungkap Fadjar dalam diskusi bersama wartawan, Jumat (24/8).
Menanggapi hal-hal tersebut, Fadjar bilang, sejatinya Bank Indonesia selaku bank sentral selalu memantau indikasi-indikasi itu. "Oleh karena itu kami bergerak lebih dahulu," tambahnya.
Caranya, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate (BI 7 DRRR) sebanyak 25 bps menjadi 5,50% pada 15 Agustus lalu. Menurut Fadjar, kenaikan itu merupakan bentuk dari BI untuk menghadapi tedensi peningkatan suku bunga negara-negara lain.
"BI dalam rangka menjaga daya tarik pasar domestiknya melakukan peningkatan suku bunga lagi. Itu respon kita," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News