Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan berat yang dialami Indonesia telah menghambat pertumbuhan industri manufaktur. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi manufaktur pada kuartal IV-2018 tumbuh 3,9% dibanding periode yang sama tahun 2017. Sementara, secara tahunan industri manufaktur tahun 2018 tumbuh 4,07%.
"Tumbuh melambat karena mengalami tantangan berat seperti perang dagang, perlambatan ekonomi di beberapa negara, dan fluktuasi harga crude palm oil (CPO)," jelas Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jumat (2/1).
Secara rinci, industri manufaktur yang mengalami perlambatan adalah industri komputer, barang elektronik dan optik yang turun 16,87%. Sedangkan industri yang mengalami pertumbuhan baik adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang naik 18,78%. "Pertumbuhan industri kulit sejalan dengan peningkatan ekspornya," jelas dia.
Selain itu, Suharyanto menegaskan perlunya perhatian terhadap industri pengolahan makanan. Andil industri makanan merupakan yang paling besar. Andilnya dalam keseluruhan industri manufaktur sebesar 25,41%. "Sehingga pengaruhnya signifikan," ujarnya.
Pertumbuhan industri makanan tumbuh 7,% masih di bawah harapan yang dikisaran 8% hingga 9%. Perlu diketahui, hampir 50% di dalam indutri makanan terdapat produk minyak kelapa sawit. Sehingga terdampak pada pergerakan harga CPO. "tentunya kita masih punya pekerjaan banyak bagaimana meningkatkan daya saing produk kita," jelasnya.
Sedangkan untuk industri manufaktur mikro dan kecil tumbuh 5,66% dibanding tahun 2018. Kenaikan terutama disebabkan naiknya industri percetakan dan reproduksi media rekaman naik 21,73%. Sedangkan penurunan terjadi di industr pengolahan tembakau yang turun 47,13%.
Ke depan, Suhariyanto berharap pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil tumbuh lebuh baik sebab jumlah unitnya banyak sehingga memiliki dampak pada ekonomi capital.
Padahal Kementerian Perindustrian (Kemprin) memiliki target industri manufaktur akan tumbuh sebesar 5,4% sepanjang 2019. Dengan data yang baru saja dirilis maka pemerintah mesti mengejar selisih dengan target hingga sebesar 1,33%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News