kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Waktu pelaksanaan Pemilu dinilai bukan urusan MK


Jumat, 24 Januari 2014 / 16:05 WIB
Waktu pelaksanaan Pemilu dinilai bukan urusan MK
ILUSTRASI. Polisi melakukan pengamanan saat berlangsungnya pemasangan informasi harga terbaru bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU kawasan Kota Banda Aceh, Aceh, Sabtu (3/9/2022). ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf berpendapat, tidak tepat jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan soal waktu penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres). Waktu penyelenggaraan pemilu dinilai hanya persoalan teknis, bukan masalah konstitusionalitas.

"Argumentasi hukum mengapa dia (pileg dan pilpres) digabungkan itu menurut saya berbau teknis, non konstitusi. Karena soal jadwal itu kan bukan soal ke-MK-an. Apakah serentak atau terpisah, itu kan bukan urusan konstitusional atau tidak konstitusional," ujar Asep saat dihubungi, Jumat (24/1/2014).

Ia mengatakan, masalah waktu penyelenggaraan pemilu adalah wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, bahkan pemerintah dan DPR, sebagai pembuat undang-undang tidak berwenang mengurus waktu penyelenggaraan pemilu, apakah serentak atau tidak.

"Kok MK ikut-ikutan mengatur soal jadwal, apakah serentak atau terpisah. UUD kan hanya mengatakan pemilu itu memilih DPR, DPD, DPRD dan presiden," lanjut Asep.

Pendapat Asep tersebut sejalan dengan opini yang disampaikan hakim konstitusi Maria Farida. Maria Farida menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan uji Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres.

"Maria kan menilai, kebijakan waktu itu kebijakan negara, mau terpisah, mau serentak itu kebijakan negara, tidak ada hubungannya dengan konstitusionalitas. Persoalan UUD itu, adalah setiap UU yang diuji dengan UU adalah soal substansial, konstitusional, bukan teknis, jadwal," tutur Asep.

Meski demikian, lanjut Asep, putusan MK yang menyatakan Pileg dan Pilpres harus dilaksanakan serentak adalah putusan yang final dan mengikat. Karena itu, katanya, baik pemerintah, DPR dan KPU harus menjalankannya.

Seperti diberitakan, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan di 2014, menurut MK, pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.

MK dalam putusannya menegaskan bahwa penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2009 yang berlangsung tidak serentak dan sistemnya akan diulangi Pemilu 2014 tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Dengan keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pilpres dan pileg secara serentak. (Deytri Robekka Aritonang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×