kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dampak putusan MK, hasil pemilu 2014 rawan digugat


Jumat, 24 Januari 2014 / 13:18 WIB
Dampak putusan MK, hasil pemilu 2014 rawan digugat
ILUSTRASI. Karang gigi


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jika Pemilu 2014 tetap dilaksanakan dengan menggunakan Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden, hasil pemilu nantinya rawan digugat. Pasalnya, kata Yusril, pelaksanaan Pemilu 2014 yang akan tidak serentak bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

“Ini bisa saja digugat karena ada persoalan legitimasi. MK sudah membuat keputusan yang blunder dengan menyatakan bahwa pemilu serentak baru dilaksanakan pada tahun 2019,” ujar Yusril saat dihubungi, Jumat (24/1), menyikapi putusan uji materi UU Pilpres terkait pemilu serentak.

Yusril menjelaskan, keputusan pengadilan seharusnya berlaku semenjak diputuskan, demikian pula dengan keputusan MK. Penundaan pelaksanaan keputusan, menurut dia, akan menyebabkan kevakuman hukum.

“Ini keputusan yang aneh. Kalau satu undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, tidak bisa menunggu 2019 harus saat itu juga. MK memakai pertimbangan hukum keputusan serupa pada kasus-kasus yang lain, yang saya sebut itu keputusan salah. Masa mau mempertahankan seperti itu?” kata Yusril.

Lebih lanjut, Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang itu memperkirakan keputusan MK terkait pemilu serentak pada tahun 2019 akan berimplikasi serius. Dia yakin, akan ada masyarakat yang mempersoalkan hasil pemilu 2014.

“Gugatan ini bisa mendeligitimasi kekuasaan negara. Persoalan legitimasi ini serius karena pemimpin ke depan dihasilkan oleh pemilu yang inskonstitusional,” kata bakal calon presiden PBB itu.

Seperti diberitakan, MK mengabulkan sebagian uji materi UU Pilpres yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak dengan putusan pemilu serentak pada 2019. Jika dilaksanakan di 2014, menurut MK, pelaksanaan pemilu dapat mengalami kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak dikehendaki karena bertentangan dengan UUD 1945.

MK dalam putusannya menegaskan bahwa penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2009 yang berlangsung tidak serentak dan akan diulangi Pemilu 2014 tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Dengan keputusan pemilu serentak, diperlukan aturan baru sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pilpres dan pileg secara serentak.

Dengan keputusan MK itu, maka syarat pengusungan capres-cawapres pada Pilpres 2014 tetap berpegang pada UU Pilpres, yakni 20% perolehan kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional. Jika tak cukup, parpol mesti berkoalisi untuk mengusung capres-cawapres. (Sabrina Asril)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×