kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.272   -75,00   -0,46%
  • IDX 7.072   87,75   1,26%
  • KOMPAS100 1.056   15,28   1,47%
  • LQ45 830   12,75   1,56%
  • ISSI 214   1,84   0,87%
  • IDX30 423   6,75   1,62%
  • IDXHIDIV20 510   7,91   1,58%
  • IDX80 120   1,71   1,44%
  • IDXV30 125   0,55   0,45%
  • IDXQ30 141   2,04   1,47%

Wajib Pajak enggan terbuka, Pajak hitung sendiri peredaran brutonya


Rabu, 28 Februari 2018 / 23:25 WIB
Wajib Pajak enggan terbuka, Pajak hitung sendiri peredaran brutonya
ILUSTRASI. Ilustrasi Pajak PPH


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak enggan sekadar menunggu data dari Wajib Pajak nakal untuk menentukan jumlah pajaknya. Jika Wajib Pajak tersebut ketahuan tidak menyelenggarakan kewajiban pencatatan, atau tidak sepenuhnya memperlihatkan pembukuan yang diperlukan dalam pemeriksaan, Pajak akan menempuh jalan lain.

Aparat Pajak bakal menentukan jumlah pajak dengan menghitung Peredaran Bruto. Payung hukumnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 3/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto yang sudah berlaku sejak 13 Februari 2018 lalu.

Wajib Pajak nakal yang enggan jujur atau memperlihatkan bukti pendukung pajak, dianggap menyebabkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui. Makanya, Pajak akan menghitung dengan cara lain. 

Ada 8 metoda yang digunakan Pajak untuk menghitung peredaran bruto bagi Wajib Pajak yang tidak kooperatif tersebut:

1. Menghitung transaksi tunai dan non tunai. 
Penghitungannya dilakukan berdasarkan data atau informasi mengenai penerimaan tunai dan nontunai dalam satu tahun pajak tersebut. 

2. Menghitung sumber dan penggunaan dana
Pajak akan melakukan penghitungan berdasarkan data dan informasi mengenai sumber dana dan penggunaan dana tersebut.

3. Menghitung satuan dan atau volume
Yang dimaksud adalah, penghitungan jumlah satuan atau volume usaha yang dihasilkan Wajib Pajak tersebut dalam periode satu tahun pajak.

4. Penghitungan biaya hidup
Ini pun akan dilakukan berdasarkan data atau informasi mengenai biaya hidup Wajib Pajak beserta tanggungannya, termasuk pengeluaran yang bisa digunakan untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

5. Pertambahan kekayaan bersih
Penghitungan ini berdasarkan data dan informasi kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun dalam satu tahun pajak.

6. Berdasarkan Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya

7. Proyeksi nilai ekonomi
Jika Wajib Pajak enggan membuka bukti penghasilannya, Pajak akan memproyeksikan nilai ekonomi dari suatu kegiatan usaha pada saat tertentu di periode satu tahun pajak tersebut.

8. Penghitungan rasio
Penghitungan ini berdasarkan persentase atau rasio pembanding. 

Saat ini, Ditjen Pajak tengah menggalang data dan informasi dari lembaga keuangan. Lembaga keuangan seperti bank, sekuritas, dan perusahaan asuransi diminta mendaftarkan instasinya dalam pelaporan informasi keuangan di Ditjen Pajak. Batas pendaftaran ini, yang tadinya ditutup akhir Februari 2018 diperpanjang menjadi akhir Maret. 

Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji berpendapat, pelaporan data keuangan adalah modal bagus untuk Ditjen Pajak. Namun, Ditjen Pajak harus membedakan antara memiliki informasi dengan mengolah informasi.

Menurut Bawono, yang paling penting adalah mengolah informasi untuk dicocokkan antara Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan Wajib Pajak (WP) dengan jumlah harta yang dimiliki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×