kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wajib laporkan tax planning, dunia usaha tak keberatan


Minggu, 04 Februari 2018 / 14:48 WIB
Wajib laporkan tax planning, dunia usaha tak keberatan
ILUSTRASI. Ilustrasi Pajak PPH


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Sejumlah langkah dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mencegah penghindaran pajak. Dalam waktu dekat, Ditjen Pajak akan memberlakukan aturan mandatory disclosure rule (MDR) dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

MDR ini sesuai dengan salah satu aksi dari Anti-Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang mewajibkan wajib pajak (WP) dan promotor untuk mengungkapkan skema atau model tax planning-nya. Oleh karena itu, dunia usaha merasa bahwa hal ini memang harus dilakukan di Indonesia.

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono mengatakan ketentuan MDR ini mau tidak mau harus berjalan.

“Ini follow-up dari BEPS. Fiskus mau tahu WP ini punya pola seperti, apa harus digambarkan, untuk perusahaan dan auditornya itu berjalan. Seperti TP docs kan juga sudah jalan,” kata Herman kepada KONTAN, Minggu (4/2).

Namun, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sendiri menurut Herman adalah momentumnya dan sejauh mana dampaknya dan social cost-nya. “Dari segi fiskus, permintaan ini normal, tapi sejauh mana persiapannya,” ujar dia.

Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, aturan MDR ini bertujuan untuk deterrent effect dan mengurangi supply dan demand skema pajak agresif, memperoleh informasi dini mengenai skema yang agresif untuk penilaian risiko, dan mengidentifikasi skema, pengguna, dan promotor skema dengan cepat.

Ia menyebutkan, saat ini, beberapa negara sudah punya aturan MDR, seperti Inggris, Irlandia, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan lain-lain.

Desain kebijakan yang ada di negara-negara tersebut mencakup di antaranya, siapa pihak yang wajib mengungkapkan, informasi-informasi yang harus diungkapkan, kriteria skema yang harus dilaporkan, waktu pelaporan, identifikasi pengguna skema, dan penggunaan informasi dan tindakan hukum.

“Kriteria untuk skema apa saja yang dilaporkan berbeda-beda tapi semuanya berusaha membuat batasan atau kriteria yang mengindikasikan sesuatu yang agresif, misalkan kalau tax planning-nya dilakukan di negara tax haven, ada juga yang skemanya itu WP dapat tax saving berapa, ada juga yang mempertimbangkan unsur kerahasiaan di dalamnya,” kata Bawono.

Namun, biasanya di berbagai negara tidak mencantumkan sanksi apabila realisasi tax planningnya berbeda dari yang disampaikan. Biasanya, yang diatur adalah apabila laporan itu terlambat atau tidak dilaporkan.

“Tidak mengatur sampai realisasinya berbeda. Di beberapa negara ada ketentuannya, pelaporan ini harus cepat, ketika sudah dijalankan, sebulan dua bulan ke depan disampaikan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×