Reporter: Adinda Ade Mustami, Nur Imam Mohammad | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Untuk mengejar kepatuhan pembayaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan jurus baru. Wajib pajak mesti menyertakan nomor identitas nomor induk kependudukan (NIK) yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP), dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (SPT PPh).
Tak hanya itu saja. Dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-01/PJ/2015 yang terbit 26 Januari lalu serta diunggah ke situs DJP kemarin (6/2), bertepatan dengan pelantikan Sigit Priadi Pramudito sebagai Dirjen Pajak juga menyebutkan bahwa wajib pajak boleh menyampaikan SPT PPh Final Pasal 4 ayat (2) lewat dokumen elektronik.
Namun, bagi pemotong PPh Final wajib melaporkan bukti potong pajak dalam dokumen elektronik.Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan SPT PPh Masa Pajak Maret 2015.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan, pencantuman nomor identitas wajib pajak akan memudahkan Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan. Apalagi, sekarang sudah berlaku KTP elektronik (e-KTP). Ini mempermudah pemeriksaan data-data pajak. "Nanti data yang kami miliki akan lebih rinci, lebih mudah crosscheck-nya," ujar Mardiasmo (6/2).
Apalagi, dalam aturan itu, ada kewajibkan bagi pemotong PPh Final harus melaporkan bukti potong pajak dalam dokumen elektronik. Kewajiban pelaporan secara elektronik ini antara lain untuk bukti potong hadiah undian, bunga deposito dan tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan jasa giro.
Kewajiban yang sama juga berlaku untuk penghasilan dari transaksi penjualan saham yang diperdagangkan di bursa efek, persewaan tanah dan bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan bangunan, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi ke anggota wajib pajak orang pribadi, serta dividen.
Para pemotong pajak mesti menyertakan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak. Mereka harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh DJP.
Mardiasmo berharap, aturan ini bisa mendorong wajib pajak menyampaikan SPT PPh Final Pasal 4 ayat (2), terutama atas pajak bunga deposito. "Selama ini, kami belum punya data yang rinci jumlah deposan dan jumlah potongan pajaknya. Pasalnya, data yang ada hanya gelondongan dari bank," ujar Mardiasmo.
Aturan ini akan memaksa bank dan para pemotong pajak melaporkan semua dokumen bukti potong. Dengan begitu, Pajak bisa mengetahui kebenaran pembayaran PPh final para wajib pajak. "Para deposan pun untung, karena besaran PPh final akan mengurangi beban PPh lainnya," ujar Mardiasmo.
Yustinus Prastowo, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis mengatakan, kebijakan baru sudah pasti akan memudahkan pekerjaan aparat pajak dalam melakukan pemeriksaan. Dengan data yang direkam secara online, pemeriksa pajak cukup membuka komputer untuk melakukan pengecekan, tidak perlu membongkar arsip kertas.
Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, menambahkan, seharusnya kebijakan ini sudah berlangsung sejak dulu. Dengan sistem online, data wajib pajak akan langsung masuk ke bank data milik DJP.
Alhasil, pegawai pajak cukup satu langkah saja untuk melakukan penelusuran data-data para wajib pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News