kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wabah Covid-19 belum usai, alat rapid test tetap dibutuhkan


Rabu, 13 Mei 2020 / 20:18 WIB
Wabah Covid-19 belum usai, alat rapid test tetap dibutuhkan
ILUSTRASI. Petugas kesehatan mengambil sampel darah seorang pedagang saat menggelar Rapid Test atau pemeriksaan cepat COVID-19 di Pasar Tradisional Pa'baeng-Baeng, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (12/5/2020). Rapid test yang dilakukan terhadap pedagang dan pengun


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19), baik metode polymerase chain reaction (PCR) maupun tes cepat atau rapid test tetap dibutuhkan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena menyatakan, kedua metode pemeriksaan tersebut masih dapat diterapkan dalam menangani Covid-19.

Menurutnya, orang yang memiliki indikasi Covid-19 sebaiknya menjalani rapid test. Apabila hasilnya positif, orang tersebut perlu mengonfirmasi dengan menjalani PCR. "Kedua metode tersebut saling melengkapi dan dibutuhkan. Jangan saling dibenturkan,” ujar Melki dalam keterangannya, Rabu (13/5).

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan akurasi tes cepat atau rapid test masih rendah.

"Alat rapid test, saya bisa menyampaikan walau belum tentu benar. Akurasi rapid test masih rendah makanya WHO (World Health Organization) belum menjadikan rapid test sebagai alat ukur orang terpapar Covid-19," ujar Doni, Senin (11/5).

Saat ini, Gugus Tugas memprioritaskan swab PCR test sebagai alat ukur orang terpapar Covid-19 atau tidak. Meski begitu, Melki menegaskan, adanya kasus alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah bukan untuk meniadakan metode rapid test.

“Jangan metode rapid test yang dipersoalkan. Kalau ada kesalahan oknum atau institusi, ya perlu dikoreksi,” ujarnya.

Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, masuknya alat kesehatan dari negara lain tetap harus mengikuti aturan yang berlaku. Meski saat ini aturan impor barang untuk penanganan Covid-19 telah dilonggarkan.

Sebelumnya, pemerintah membebaskan impor alat-alat kesehatan untuk keperluan penanganan Covid-19 dari kewajiban izin edar atau Special Access Scheme (SAS). Skema tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 7/2020 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/2020. Sehingga, importir cukup meminta rekomendasi izin dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pelonggaran ketentuan impor itu juga sejalan dengan Keputusan Presiden No. 9/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, di mana tata niaga impor alat kesehatan cukup dengan rekomendasi pengecualian dari BNPB.

Melki mengatakan, SAS diterapkan untuk mempercepat barang masuk di saat pandemi. Selain itu, rapid test kit yang dipakai juga harus menurut rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). “WHO merekomendasikan barang-barang yang sesuai otoritas mereka,” kata politisi Partai Golkar tersebut.

Memang tak semua rapid test kit memiliki akurasi rendah. Bahkan, ada sejumlah rapid test kit yang direkomendasikan WHO. WHO telah menguji sejumlah rapid test kit yang diproduksi berbagai negara dikutip dari drugstestsinbulk.com. Ada tiga produk yang memiliki tingkat akurasi sekitar 80 hingga 90 %.

Adapun alat rapid test dari Tiongkok dan Amerika Serikat yang telah diuji yakni InTec dengan tingkat akurasi 84,60%, Cellex dengan tingkat akurasi 86,55%, serta Healgen/Orient Gene dengan tingkat akurasi 91,66%.

Meskipun telah ada rekomendasi WHO, Melki menilai produk rapid test kit tersebut tetap harus diuji kelayakan oleh lembaga yang berwenang di Indonesia. "Barang yang masuk ke Indonesia tetap harus diuji dan disetujui oleh Kemenkes” kata Melki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×