Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Daeng M Faqih menuturkan bahwa, persiapan untuk program vaksinasi harus dilakukan secara matang. Dalam pemilihan calon vaksinpun disebut Daeng harus menjamin keamanan, kekhasiatannya dan imunogenisitas, agar saat dilakukan di lapangan dapat berjalan baik.
"Memang semua pakar mengatakan vaksin ini bukan 100% untuk menghilangkan Covid-19. Kalau harapan besar iya untuk menekan laju covid ini, itu memang besar harapannya. Besar harapannya, meskipun tidak 100% tapi dengan vaksin ada kami berkeinginan itu Covid-19 bisa sangat ditekan penularannya," jelas Daeng saat diskusi virtual pada Minggu (25/10).
Dengan keharusan untuk mempersiapkan vaksinasi dengan matang, maka ada tiga hal penting yang diingatkan oleh Daeng.
Pertama pemerintah harus mengatasi adanya penolakan di masyarakat lantaran muncul berita simpang siur yang beredar mengenai vaksin. Kekhawatiran di masyarakat jadi poin pertama yang harus diselesaikan dahulu oleh pemerintah. Kedua, pelaksanaan di lapangan juga tak boleh ketinggalan disiapkan secara matang.
Ketiga, yang lebih penting disebut Daeng ialah memberi ruang kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bekerja secara maksimal.
"Yang paling penting, dikasih ruanglah Badan POM sebagai otoritas untuk bekerja, untuk mencari jenis vaksin mana yang sudah terjamin keamanannya, khasiatnya dan lainnya. Kalau itu tidak disiapkan dengan baik ya pasti kekhawatiran tentang keamanan pasti akan muncul," imbuhnya.
Menanggapi upaya BPOM yang saat ini sedang melakukan inspeksi ke tempat produksi vaksin di China, Daeng menyebut hal itu menjadi satu langkah dari BPOM. Namun tak hanya itu saja, Daeng menambahkan, BPOM juga harus mengkaji ulang uji klinis yang dilakukan d China.
"Tapi kan masih prosedur dan prosesnya tidak hanya ke China, dia harus mengkaji temuan semua uji klinis yang telah dilakukan mungkin juga di Indonesia di beberapa negara untuk dilihat keamanannya kekhasiatannya dan imunogenisitasnya," ujarnya.
Baca Juga: Sejak Maret, ada 253 petugas kesehatan meninggal akibat Covid 19
Amin Soebandrio, Kepala LBM Eijkman mengungkapkan, dari sekian banyak calon vaksin yang sedang diproses di seluruh dunia belum ada satupun yang sudah menyelesaikan uji klinik fase 3.
Amin menerangkan uji klinik fase 3 berkaitan dengan mencakup jumlah orang yang ditargetkan dan sesuai dengan populasi yang ditargetkan. Hal itu lantaran uji klinik fase 3 didesain untuk dilakukan di multi center atau bahkan multi country.
Latar belakang dari uji klinik fase 3 dipaparkan Amin, ialah untuk melihat reaksi vaksin dari mulai manfaat dan keamanannya terhadap berbagai subjek yang memiliki latar belakang berbeda.
"Jadi apakah itu etnis yang berbeda atau genetiknya berbeda, lingkungan berbeda, kemudian gaya hidup berbeda, karena respon imun seseorang itu akan berbeda. Di beberapa negara ada yang lebih dahulu dari Indonesia, tapi belum ada satupun yang sudah dilaporkan secara resmi fase 3-nya sudah selesai, kemudian analisisnya A B C apa aja. Karena uji klinik semuanya didaftarkan di clinicaltrials.gov, seluruh dunia harus tahu kalau uji klinik dan hasil dilaporkan," jelas Amin.
Maka jika ada vaksin yang ingin digunakan di Indonesia, harus mendapatkan izin dahulu dari BPOM kemudian baru dari Kementerian Kesehatan. Kemudian terkait izin secara internasional, lazimnya diluar kondisi pandemi Amin menerangkan, vaksin yang dikembangkan suatu negara, oleh WHO akan dipastikan apakah memenuhi syarat baru kemudian direkomendasikan ke negara lainnya.
"Tapi kalau mau dipakai di negaranya sendiri itu nggak perlu WHO jadi Badan POM masing-masing negara aja yang memberikan izin," kata Amin.
Selanjutnya: Pakar virologi minta pemerintah tak tergesa-gesa lakukan vaksinasi corona, kenapa?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News