kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   6.000   0,40%
  • USD/IDR 15.850   25,00   0,16%
  • IDX 7.114   -85,89   -1,19%
  • KOMPAS100 1.086   -16,05   -1,46%
  • LQ45 857   -16,69   -1,91%
  • ISSI 217   -2,23   -1,02%
  • IDX30 439   -9,02   -2,02%
  • IDXHIDIV20 526   -12,72   -2,36%
  • IDX80 124   -1,94   -1,54%
  • IDXV30 127   -5,04   -3,83%
  • IDXQ30 145   -3,06   -2,06%

UU Kepailitan perlu segera direvisi


Kamis, 26 Oktober 2017 / 11:26 WIB
UU Kepailitan perlu segera direvisi


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para praktisi hukum bisnis dan kepailitan mendesak adanya perubahan dalam Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Ricardo Simanjuntak, Pengacara Senior sekaligus mantan Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus indonesia (AKPI) menyebut, ada beberapa alasan mengapa beleid tersebut patut untuk direvisi. Salah satunya adalah karena tidak relevan dan rasional untuk diterapkan lagi. "Jadi jika dibilang, seberapa mendesak untuk merevisi UU ini, saya bilang sangat mendesak," ungkapnya, Rabu (25/10).

Sementara itu menurut akademisi hukum kepailitan M. Hadi Subhan, ada beberapa hal yang perlu diperjelas dalam beleid ini, ketika dilakukan nantinya direvisi. Salah satunya adalah soal sita umum dengan sita pidana yang berlaku dalam kepailitan.

Sebab hal itu, menurutnya, kerap menimbulkan perdebatan antara kurator kepailitan dengan kepolisian. Apalagi, apabila perkara kepailitan terlebih dahulu putus sedangkan seluruh hartanya telah disita pidana polisi. "Ini yang perlu diperjelas sehingga tak ada lagi perdebatan di masa mendatang," tambah Hadi.

Tak hanya itu, ia juga menyatakan Pasal 100 ayat 2 juga perlu direvisi. Pasal tersebut menjelaskan, kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat dua hari setelah menerima surat putusan pengangkatan sebagai kurator. "Poin ini tidak masuk akal dan tidak mungkin," tambahnya.

Desakan untuk merevisi UU Kepailitan dan PKPU juga menjadi sorotan Bank Dunia. Menurut Hadi, Bank Dunia menilai penyelesaian kepailitan di Indonesia membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan ada yang sampai 18 tahun. Hal inilah yang mempengaruhi tingkat investasi di tanah air.

Dengan desakan itu, maka Kelompok kerja (Pokja) penyusunan naskah akademis UU Kepailitan dan PKPU menargetkan naskah akademis rampung tahun depan. Menurut Sekretaris Pokja dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Raymond Sitorus, pemerintah masih menyusun kerangka menampung berbagai usulan. "Kami masih membahas di tingkat awal, mengumpulkan permasalahan dari perbankan, praktisi dan akademisi," katanya.

Dia berharap naskah akademis itu bisa selesai proses sinkronisasi dengan cepat sehingga bisa rampung pada kuartal III-2018, untuk kemudian menjadi RUU pada 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×