kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   0,00   0,00%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

UU Cipta Kerja disahkan, Kementan pastikan beri perlindungan bagi petani dan peternak


Minggu, 11 Oktober 2020 / 18:34 WIB
UU Cipta Kerja disahkan, Kementan pastikan beri perlindungan bagi petani dan peternak
ILUSTRASI. Ilustrasi kemitraan peternak dan pelaku UMKM. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan perlindungan kepada petani, peternak hingga pengusaha kecil dan mikro konsisten diberikan meskipun terdapat berbagai perubahan aturan yang dimuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Pengembangan Bio Industri Bambang menjelaskan, perlindungan kepada petani ini tetap diberikan mengingat Undang-Undang nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani khususnya pasal 7 bersifat tetap dan tidak dihabis.

"Strategi perlindungan petani dilakukan melalui prasarana dan saprodi tani, kepastian usaha, harga komoditas tani, penghapusan praktek ekonomi berbiaya tinggi, ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa, sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim, asuransi pertanian," ujar Bambang kepada Kontan.co.id, Minggu (11/10).

Dalam aturan tersebut terdapat beberapa aturan mengenai pertanian yang berubah. Beberapa di antaranya seperti Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan beberapa aturan lainnya.

Baca Juga: SPI tolak UU Cipta Kerja karena mengancam keberlangsungan petani kecil

Bambang menjelaskan, adanya perubahan Undang-Undang terkait pangan ke dalam UU Cipta Kerja ini merupakan kesadaran Indonesia sebagai bagian dari sistem perdagangan internasional. 

Menurutnya, selain Indonesia membutuhkan impor, Indonesia perlu melakukan ekspor.

"Oleh karena itu komitmen dari semua anggota WTO untuk mematuhi ketentuan perdagangan internasional menjadi penting untuk dipatuhi agar Indonesia tidak dikucilkan dari sistem perdagangan dunia," kata Bambang.

Menurut Bambang,  ketentuan WTO yang harus dipatuhi yakni semua anggota WTO sepakat untuk tidak membuat pembatasan dan larangan perdagangan, juga tidak dapat melakukan diskriminasi. Menurutnya, bila Indonesia ingin melakukan ekspor, maka Indonesia harus siap melakukan impor.

Dia juga menjelaskan, saat ini Indonesia tengah menghadapi sengketa di WTO terkait tuntutan Amerika Serikat  dan Selandia Baru karena Indonesia dianggap melanggar aturan WTO yakni melakukan pembatasan dan pelarangan perdagangan (self sufficiency).

"Dan bila tidak melakukan perubahan mereka menuntut akan mengenakan retaliasi," ujar Bambang.

Salah satu ketentuan yang diubah dalam UU Cipta Kerja adalah pasal 1 angka 7 UU nomor 18/2012 tentang Pangan, dimana disebutkan bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan.

Sementara sebelum diubah, pasal tersebut menyebut bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Perubahan lain dalam UU Cipta Kerja bisa dilihat pada UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan seperti yang diubah dengan UU nomor 14 tahun 2014. Disebutkan bahwa pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kepentingan peternak.

Padahal sebelumnya, aturan ini berbunyi pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Tak hanya itu, dalam UU Cipta Kerja, pasal 88 ayat 2 UU Hortikultura menyebut Impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

Baca Juga: Ini upaya Kemendag stabilkan harga barang kebutuhan pokok saat pandemi

Sementara sebelumnya, disebutkan, impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah mendapat izin dari menteri yang bertanggungjawab di bidang perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

Meski begitu, Bambang pun memastikan berbagai ketentuan teknis terutama mengenai impor dan peningkatan produksi pangan nasional akan diatur melalui Peraturan Pemerintah. 

Menurutnya, Indonesia terus berupaya melakukan swasembada pangan, tetapi bila hal tersebut belum tercapai maka impor harus tetap dilakukan.

"Secara jelas kebijakan impor tetap memperhatikan perlindungan kepada petani nelayan dan peternak dan seterusnya," ujar Bambang.

Selanjutnya: Mentan sebut kawasan food estate di Kalteng terapkan teknologi pertanian modern

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×