Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pusat (pempus) dapat melakukan intervensi atas kebijakan fiskal pemerintah daerah (pemda), yakni dalam hal pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Ketentuan ini sebagaimana dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada Senin (5/10).
Dalam Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi dijelaskan, kebijakan tersebut bertujuan untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi serta untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha yang berdaya saing tinggi. Selain itu, ketentuan ini memberikan perlindungan dan pengaturan yang berkeadilan kepada para pengusaha.
“Pemerintah sesuai program prioritas nasional dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan Pajak dan Retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,” sebagaimana Pasal 156A ayat 1 Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca Juga: Antisipasi demo tolak UU Cipta Kerja, Polda Metro Jaya siapkan personel tambahan
Adapun intervensi pemerintah pusat terkait PDRD meliputi dua hal. Pertama, dapat mengubah tarif pajak dan tarif retribusi dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional. Kedua, pengawasan dan evaluasi terhadap pemda mengenai pajak dan retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.
Tarif pajak daerah yang ditentukan oleh pemerintah pusat mencakup tarif batas jenis pajak provinsi dan jenis pajak kabupaten/kota. Sementara, penetapan tarif retribusi yang berlaku secara nasional mencakup objek retribusi.
“Ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah,” dikutip dalam Pasal 156A ayat 5 Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Tidak hanya itu, pemerintah pusat juga menekankan kepada pemda agar bisa memberikan kebijakan kemudahan berinvestasi berupa insentif fiskal kepada pengusaha baik di level porvinsi, kota/kabupaten.
Insentif fiskal daerah antara lain berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak dan/atau sanksinya. Insentif fiskal ini diberikan atas permohonan wajib pajak atau diberikan secara jabatan oleh kepala daerah.
Sebagai catatan, pemda tetap membuat ketentuan PDRD melalui rancangan peraturan daerah (perda) yang telah disetujui bersama oleh gubernur dan DPRD provinsi. Namun, sebelum ditetapkan, pempus akan mengintervensi dahulu aturan PDRD dari pemda.
Baca Juga: Polisi: Buruh dari 125 perusahaan di Bogor akan melakukan demo dan mogok kerja
Dalam hal ini, pemda musti dapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud.
Nah, saat proses intervensi tersebut, Menkeu Sri Mulyani bisa saja menolak usulan tarif PDRD yang diajukan pemda dengan pertimbangan keselarasan dengan kebijakan fiskal nasional.
“Dalam pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud, Menteri Keuangan melakukan evaluasi dari sisi kebijakan fiskal nasional. Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud berupa persetujuan atau penolakan,” sebagaimana dalam Pasal 157 ayat 5A dan 6 Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Selanjutnya: Sengkarut Perburuhan di UU Cipta Kerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News