Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Musim gugatan dari bank terhadap debiturnya marak lagi. Setelah Bank Danamon menggugat PT Esa Kertas Nusantara, PT Bank UOB Buana juga menggugat CV Delima Jaya, perusahaan karoseri mobil.
Bank milik Singapura ini mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga sejak 5 Agustus 2009. Sidang perdana gugatan pailit ini sudah berlangsung Rabu (26/8). Namun, usai persidangan, UOB Buana belum mau berkomentar banyak soal alasan mengajukan gugatan pailit ini. "Nanti sajalah. Saya belum bisa berkomentar," ujar Heber Sihombing, Kuasa Hukum Bank UOB Buana.
Tapi dari dokumen gugatan No 46/Pailit/2009/PN.NIAGA.JKT.PST yang KONTAN peroleh di Pengadilan, terlihat jelas apa duduk perkaranya sehingga Bank UOB Buana mengajukan gugatan ini. Salah satu alasan UOB Buana menyeret nasabahnya ke pengadilan adalah lantaran ada utang sebesar Rp 42,349 miliar yang macet.
Utang sebesar itu berasal dari akta perjanjian kredit dan pemberian jaminan bernomor 41 yang diteken oleh kedua pihak pada 31 Oktober 2007. Sebagai jaminannya, Delima Jaya memberikan empat sertifikat hak tanggungan, dua sertifikat jaminan fidusia, serta jaminan pribadi atas nama Wiyanta yang juga pengurus perusahaan itu.
Awalnya, Delima Jaya terlihat lancar membayar cicilan utang. Namun terhitung sejak 6 Januari 2009, Delima Jaya tidak lagi membayar angsuran utang kepada UOB Buana.
Lantaran pembayaran utang mulai macet, UOB Buana lantas menghentikan fasilitas kredit ke Delima Jaya sejak 30 Juni 2009. Menurut UOB Buana, pemutusan sepihak ini sudah sesuai salah satu klausul dalam perjanjian kredit.
Dalam perjanjian itu tertera, jika debitur mulai macet dalam melaksanakan kewajibannya, pihak pemberi kredit bisa menghentikan fasilitas kredit secara sepihak. Sesuai perjanjian ini juga, UOB Buana melayangkan surat ke Delima Jaya. Isinya memberi tahu, jatuh tempo pembayaran utang adalah 15 hari setelah tanggal 30 Juni 2009. Namun hingga lewat jatuh tempo, yakni tanggal 15 Juli 2009, Delima Jaya tak juga memenuhi kewajibannya.
Meski begitu, UOB Buana masih bersabar. Tanggal 22 Juli 2009, UOB Buana kembali mengirimkan surat permintaan pelunasan utang dan paling lambat harus sudah ada pembayaran pada 30 Juli 2009. Lagi-lagi, sampai tenggat itu, Delima Jaya tidak melakukan pembayaran.
Akhirnya, UOB Buana memutuskan mengambil langkah hukum, yakni menggugat pailit. Hingga permohonan diajukan, Delima Jaya masih juga tak memenuhi kewajibannya membayar Rp 42,349 miliar.
UOB Buana yakin, usaha terakhir terhadap debiturnya ini bakal berhasil. Pasalnya, UOB Buana punya bukti bahwa Delima Jaya juga punya tunggakan terhadap pihak lain, yakni Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan Bank Mandiri. Artinya, gugatan pailit itu sudah memenuhi syarat sesuai Undang Undang No. 37/ 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah terpenuhi.
Dalam gugatannya, UOB Buana meminta majelis hakim supaya mengabulkan permohonan pailit terhadap Delima Jaya. UOB Buana juga meminta majelis hakim agar menunjuk dan mengangkat Royandi Haikal sebagai kurator atau pengurus apabila ada permohonan PKPU.
Sayangnya hingga tulisan ini termuat, kuasa hukum Delima Jaya, Adi Atmaka, tidak memberi tanggapan atas kasus yang menimpa kliennya. Telepon genggamnya tak aktif ketika dihubungi. Saat menghubungi kantor Delima Jaya di Bogor pun KONTAN tidak mendapat jawaban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News