kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tumpang tindih aturan lahan bisa rugikan Batam


Kamis, 20 Februari 2014 / 17:03 WIB
Tumpang tindih aturan lahan bisa rugikan Batam
ILUSTRASI. Indonesia tengah bersiap menuju endemi. Ini didasarkan atas parameter penilaian Covid-19 yang terus melandai. foto: ANTARA FOTO/Fauzan/tom.


Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Penerbitan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Lindung Menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menimbulkan polemik di wilayah Batam.

Pasalnya, dengan demikian wilayah perdagangan dan kawasan industri yang telah berkembang saat ini dinyatakan sebagai kawasan hutan lindung dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi daerah Batam.

Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Mustofa Widjaja mengatakan, akibat terbitnya SK Menhut ini sekitar 2.930 hektare (ha) kawasan yang sudah menjadi industri terancam kembali dihijaukan.

"Potensi kerugian mencapai US$ 4,5 juta dan 30.000 tenaga kerja terancam kehilangan mata pencaharian dari industri galangan kapal jika peraturan ini diberlakukan," ujar Mustofa di Gedung DPR, Kamis (20/2).

Bukan itu saja, wilayah Batam yang sudah terbangun pun berpotensi terkena penghijauan dan Real Estate Indonesia (REI) Batam sudah menginventarisasi jika ini diterapkan, maka potensi kerugian mencapai Rp 15 triliun karena tanah ini tak bisa dikembangkan.

Menurutnya, BP Batam sudah menenangkan para investor dengan memberikan jaminan bahwa Batam memiliki pengelolaan kawasan yang diatur dalam Peraturan Presiden No.87 tahun 2011.

"Tapi, kenyataannya sekarang Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah menerapkan SK ini, sehingga menimbulkan kerancuan yang membuat investor jadi ragu," ujarnya.

Ia bilang, dengan munculnya SK Menhut yang saat ini sedang digugat oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membuat kawasan Batam tak memiliki kepastian hukum dan menimbulkan keresahan dikalangan investor.

SK Menhut 463/2013 ini dianggap terbit karena hasil kajian Tim Terpadu (Timdu) yang tidak utuh, padahal kajian mereka sudah dilakukan selama 3 tahun.

Pengurus Kadin Batam, Heri Supriyadi menambahkan bahwa imbas dari wilayah yang telah diinvestasikan pengusaha menjadi kawasan hutan adalah tak ada satupun sertifikat tanah yang telah dipegang dapat diproses untuk pembangunan selama belum ada keputusan final, alhasil pembangunan pun terhenti.

Ia pun mengimbau Kementerian Kehutanan untuk melakukan pengaturan yang tak menghentikan apa yang sudah dilakukan selama ini.

Menurutnya, telah terjadi keterpaduan antara BPN, BP Batam, Kemhut, dan Pemprov Kepri soal kepastian hukum bagi investor.

"Semua proses sudah kami penuhi, tapi institusi satu sama lain saling bertentangan dalam mengatur tata ruang," tuturnya.

Tahun 2014, BP Batam menargetkan investasi yang mampir ke Batam mencapai US$ 300 juta-US$ 400 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×