Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin meminta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berhenti memainkan isu utang selama kampanye Pilpres 2019.
Hal ini menanggapi pernyataan Prabowo bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah menteri pencetak utang.
Juru bicara TKN Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, kubu Prabowo harus berhenti memainkan isu utang karena tidak disertai dengan data dan fakta yang benar. “Hak Prabowo-Sandi untuk memainkan isu apapun. Tapi seharusnya harus disertai dengan data dan fakta. Jangan asal bicara,” ujar Ace saat dihubungi, Selasa (29/1).
Ace mengatakan, Prabowo tidak sepantasnya menyebut Menkeu di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai pencetak utang. Sebab, apa yang dilakukan Sri Mulyani sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Bahkan, ia menilai pernyataan Prabowo terhadap Sri Mulyani secara tidak langsung telah menghina Kementerian Keuangan yang telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Lebih lanjut, Ace mengatakan, seluruh rakyat dapat melihat secara transparan berapa besar utang Indonesia saat ini.
Ia menyebut utang Indonesia per Desember 2018 tercatat sebanyak Rp 1.418 triliun atau 29,9% dari Produk Domistik Bruto (PDB) Indonesia yang berdasarkan data sementara sebesar Rp 14.735 triliun.
“Itu berarti utang pemerintah masih aman alias jauh di bawah batas yang ditetapkan ketentuan perundang-undangan yaitu 60 persen dari PDB,” ujarnya.
Di sisi lain, politisi Golkar ini menilai pemerintah Jokowi-JK selama ini berhati-hati dan akuntabel dalam mengelola utang. Hal itu seiring dengan berjalannya reformasi struktural, bauran kebijakan moneter, fiskal, makro prudensial, dan koordinasi yang baik antara Pemerintah dengan Bank Indonesia.
Segala tindakan yang dilakukan pemerintah itu, kata dia, membuat Indonesia mendapat peringkat investment grade dari lembaga pemeringkat kredit utama di dunia. “Dengan peringkat investment grade tersebut, pemerintah dapat menekan cost of fund utang di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile pada tahun 2018 lalu,” ujar Ace.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Drajad Wibowo, menegaskan bahwa Prabowo tidak pernah mengkritik Kementerian Keuangan soal utang negara. Ia menegaskan bahwa yang dikritik Prabowo adalah menteri keuangan Sri Mulyani.
"Apakah Prabowo menyebut Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan? Jelas sekali yang disebut mas Bowo adalah 'Menteri Keuangan'," kata Drajad kepada Kompas.com, Senin (28/1).
Sementara soal istilah menteri pencetak utang yang disampaikan Prabowo, menurut Drajad, hal tersebut merupakan kritik yang berbasis pada fakta. Faktanya, sambung dia, tahun antara Desember 2014-Desember 2018, utang pemerintah naik Rp 1.809 triliun, dari Rp 2.609 triliun menjadi Rp 4.418 triliun. Artinya, utang di era Jokowi setiap tahun naik Rp 452,25 triliun.
Sebagai perbandingan, selama 10 tahun Presiden SBY, kenaikan utang pemerintah Rp 1.309 triliun, atau Rp 131 triliun per tahun. "Jadi setiap tahun pemerintahan Presiden Jokowi berhutang rata-rata 3,45 kali lipat dari pemerintahan Presiden SBY," ujar Drajad.
"Masak pejabat negara yang banyak membuat utang tidak boleh disebut pencetak utang?" tambah politisi Partai Amanat Nasional ini. (Ihsanuddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News