kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Transisi Ekonomi Hijau Diproyeksi Untungkan Ekonomi Nasional Hingga Rp 4.376 Triliun


Selasa, 19 Desember 2023 / 15:08 WIB
Transisi Ekonomi Hijau Diproyeksi Untungkan Ekonomi Nasional Hingga Rp 4.376 Triliun
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy di Sulawesi Tengah.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Transisi ekonomi hijau diperkirakan akan memberikan peluang positif bagi output perekonomian dalam negeri sebesar Rp 4.376 triliun.

Perkiraan tersebut berdasarkan hasil riset Center of Economics and Law Studies (Celios) dan Greenpeace Indonesia dalam Policy Brief: Dampak Transisi Ekonomi Hijau terhadap Perekonomian, Pemerataan, dan Kesejahteraan Indonesia.

Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menyampaikan, peralihan ini juga diprediksi memberikan tambahan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 2.943 triliun, atau setara 14,3% PDB Indonesia pada tahun 2024.

Menurut Bhima, nilai tersebut bisa tercapai jika Indonesia menjalankan transisi ekonomi hijau dalam jangka 10 tahun. Asumsi tambahan PDB tersebut juga bisa dicapai salah satunya dengan menggunakan model input-output untuk melihat dampak berganda pada input investasi langsung.

Baca Juga: Hadapi Perubahan Iklim, Jokowi Singgung Pentingnya Dukungan Pendanaan Inovatif

Kemudian, pembangunan ekonomi dengan paradigma mendorong transisi energi yang lebih bersih atau menjauhkan dari batubara maupun energi fosil mampu menciptakan output ekonomi yang besar.

Selain itu, pengalihan pembiayaan perbankan dari sektor pertambangan dan penggalian (ekstraktif) akan mendorong sektor-sektor yang lebih berkelanjutan mendapatkan aliran pendanaan untuk investasi baru.

Salah satu bentuk kebijakan untuk mempercepat pengalihan pembiayaan perbankan adalah dengan melakukan revisi taksonomi hijau dimana sektor pertambangan, pembangunan PLTU batubara dikeluarkan dari kategori transisi dan hijau.

Di saat yang bersamaan kebijakan moneter perlu dilakukan seperti mendorong rasio kredit minimum bagi pembiayaan hijau, memperbesar insentif moneter termasuk mendorong reformasi LTV (Loan to Value) untuk pembiayaan yang selaras dengan pengurangan emisi karbon. Kombinasi tersebut mampu melipatgandakan ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Kadin Dorong Pengembangan Industri Hijau Melalui Percepatan Transisi Energi Bersih

“Kesimpulan dari menggunakan model input-output kalau kita tetap menjalankan Business As Usual (BAU) dampaknya hanya Rp 1.843 triliun ke PDB. Tetapi kalau ada komitmen politik, dukungan serius dari perbankan dan Lembaga Pembiayaan, dari fiskal, moneter maka akan ada PDB yang diciptakan lebih besar, hampir Rp 3.000 triliun dalam 10 tahun ke depan,” tutur Bhima dalam agenda ‘Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik’, Selasa (19/12).

Ia menambahkan, dampak transisi ekonomi hijau terhadap PDB ini turut meningkatkan jumlah lapangan kerja dan pendapatan pekerja.

Peralihan ke ekonomi berkelanjutan diramal mampu membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru yang muncul dari berbagai sektor yang berkaitan dengan pengembangan energi terbarukan, pertanian, kehutanan, perikanan dan jenis-jenis industri ramah lingkungan lainnya.

Sementara itu, pendapatan pekerja secara total dapat bertambah hingga Rp 902,2 triliun berkat transformasi ini.

Lebih lanjut, dengan adanya transformasi ekonomi hijau, Pelaku usaha diuntungkan dengan peralihan ke ekonomi hijau berkat munculnya berbagai industri baru di sektor ekonomi sirkular dan transisi energi. Surplus usaha nasional dari transisi ekonomi hijau diprediksi menembus Rp 1.517 triliun dalam 10 tahun transisi dilakukan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Akan Hadiri KTT Perayaan 50 Tahun ASEAN-Jepang

Hasil studi tersebut juga menemukan bahwa ekonomi hijau mampu mempersempit ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia. Indeks Williamson Indonesia diperkirakan dapat turun ke angka 0,65 di tahun ke-10 transisi ekonomi hijau dari 0,74 di tahun pertama transisi.

Tak hanya masyarakat dan pelaku usaha, negara pun dapat meraih manfaat dari ekonomi hijau. Pajak bersih atau penerimaan pajak setelah dikurangi oleh subsidi dari ekonomi hijau dapat menyumbang Rp 80 triliun dari sebelumnya Rp 34,8 triliun yang berasal dari ekonomi ekstraktif.

“Pajak bersih adalah pajak yang dikurangi subsidi-subsidi, jadi benar-benar masuk ke kas negara Rp 80 triliun. Sementara jika menggunakan ekonomi ekstraktif hanya Rp 34,8 triliun,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×