Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Hendri Saparini menilai pemerintah Indonesia masih belum siap bertransisi menuju ekonomi hijau.
Hendri melihat transisi menuju ekonomi hijau atau infrastuktur hijau yang menjadi hajat pemerintah saat ini masih terkesan memaksa tanpa disertai peta jalan yang matang untuk menarik dunia usaha.
"Padahal kalau kita bicara green ekonomy atau green infrastructure, kita tidak bicara kewajiban tapi bicara peluang bisnis. Nah mindset ini yang saya rasa belum terbangun," kata Hendri dalam CEO Insight Kompas di Jakarta, Senin (23/10).
Bicara soal infrastruktur hijau, menurutnya ada dua hal penting di dalamnya, yaitu soft green infrastructure terkait regulasi dan hard green infrastructure yang berkaitan dengan sektornya.
Baca Juga: Lampu Hijau untuk Nuklir di Revisi Kebijakan Energi Indonesia
Namun, ia melihat dari segi regulasinya saja, maksud ekonomi hijau tidak tercerahkan. Pemerintah juga diangap tidak memiliki skala prioritas terhadap sektor yang memproduksi emisi karbon terbesar.
"Kita sekarang ini kan mendadak green, dimana-mana pokoknya hijau, subsidi tiba-tiba biar segera hijau, sampai kita lupa sebenarnya mana yang harus kita dahulukan menuju hijau," ungkap Hendri.
Pemerintah, kata Hendri, seharusnya punya satu, dua sektor prioritas dengan konsumsi yang besar untuk dibawa ke ekonomi hijau.
Dengan begitu, pelaku usaha memiliki referensi untuk memulai bisnis di sektor tersebut. Kemudian pemerintah juga bisa memberikan insentif dengan beberapa sektor prioritas saja.
Baca Juga: Paradise Indonesia Gandeng Binus Bangun Mall 23Semarang, Ditargetkan Rampung 2025
"Kalau framingnya ternyata tidak jelas, gampang berubah lagi. Padahal subsidi adalah cost APBN. Jadi banyak sekali yg mesti diatur, baik dari sisi demand maupun supply," pungkas Hendri.