Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Perindustrian memastikan keberadaan tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja pada industri yang bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian logam atau smelter hanya bersifat sementara.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60% dan TKA 40%. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65% dan TKA 35%," kata Airlangga melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (11/1).
Airlangga menyampaikan hal tersebut saat kunjungan kerja meninjau Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah. Setelah masa konstruksi selesai, Airlangga juga memastikan, TKA tersebut akan pulang ke negaranya dan untuk pekerjaan tahap berikutnya diganti dengan TKI sesuai dengan keahlian proses pekerjaan selanjutnya.
Bahkan, pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan porsi TKI menjadi 85% dan TKA 15%. Airlangga menjelaskan, TKA diperlukan mengingat teknologi yang dipakai pada industri smelter dibawa langsung oleh investor negara asal.
"Dengan adanya pembangunan industri smelter ini, telah terjadi proses transfer of knowledge melalui pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada TKI dalam rangka konstruksi, pemasangan mesin dan peralatan, serta proses produksi.," kata Airlangga.
Dia mengklaim beberapa industri smelter telah bekerja sama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi. "Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang," ujarnya.
Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri pengolahan logam di wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, Kementerian Perindustrian juga menyelenggarakan pendidikan Program D I di Politeknik ATI Makassar yang hingga saat ini telah menghasilkan 293 lulusan.
"Diharapkan ke depannya, interaksi antara para pelaku industri smelter, tenaga kerja dan pemerintah dapat meningkatkan kontribusi industri pada perekonomian nasional yang pada akhirnya meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia," paparnya.
Kemenperin mencatat terdapat 22 industri smelter yang telah bergabung dengan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) dan 75 persen telah beroperasi secara komersial. Total invetasi smelter tersebut telah mencapai US$ 12 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 28.000 orang.
Perkembangan pembangunan smelter dan proses hilirisasi industri bahan dasar mineral merupakan konsekuensi positif dari pemberlakuan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
(Sella Panduarsa)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News