Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Juru Bicara dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro menuturkan, per 13 Juli 2020 lalu, jumlah kematian tenaga kesehatan yang menangani corona (Covid-19) mencapai 89 kasus, yaitu 60 dokter, 23 perawat dan 6 dokter gigi.
"Jumlah dokter kita terendah kedua di Asia Tenggara yaitu 4 dokter melayanani 10.000 penduduk dibandingkan sama Singapura itu 2 dokter per 1.000 penduduk. Ini kita harus ditingkatkan lagi, kemudian 10 perawat per 10.000 penduduk di Indonesia kalau idealnya dari WHO itu 18 perawat per 10.000 penduduk," kata Reisa saat diskusi virtual Kompas Talks with Manulife Indonesia pada Senin (27/7).
Rasio kematian tenaga medis di Indonesia juga masih cukup tinggi, yakni ada 2,4% kematian tenaga medis di Indonesia saat pandemi, jauh di atas Amerika Serikat 0,37%.
"Kasus kematian tidak bisa dilihat dari angka itu hanya presentase, menurut saya. Satu kematian saja itu harus dilihat apa yang kurang tepat dan apa yang harus diperbaiki. Kalau kita bicara tenaga kesehatan itu tenaga strategis kalau kita mau bicarakan ekonomi kita harus memberikan perlindungan yang benar kepada tenaga medisnya," jelasnya.
Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Senin (27/7): 100.303 kasus, 58.173 sembuh, 4.838 meninggal
Reisa menambahkan, ada sekitar 1.300 rumah sakit yang menangani Covid-19, namun tidak semuanya siap. Bahkan ada rumah sakit yang tidak hanya melayani pasien Covid-19.
Reisa menyebut adanya ketersediaan alat pelindung diri (APD) jadi poin yang penting, kemudian dukungan dari lingkungan, pemerintah kepada tenaga kesehatan, jaminan perlindungan.
"Ada beberapa masalah misalnya, kecukupannya APD, beban kerja tentang jam kerja kelelahan dan juga kondisi fisik tubuh vitalitas tubuh kemudian kesehatan mental apalagi dengan adanya diskriminasi dengan stigma yang terbawa sampai ke masyarakat ada lagi masalah kebebasan berpendapat dan berekspresi," imbuhnya.
Guna memerangi Covid-19 Reisa menyebut perlu peran sangat besar dari masyarakat dan berbagai pihak. Terutama dalam penerapan adaptasi kebiasaan baru, mulai dari cuci tangan, jaga jarak, pemakaian masker dan penerapan hidup bersih dan sehat (PHBS).
Reisa mengungkapkan, ada masyarakat yang menganggap bahwa era new normal ialah semua sudah kembali normal. Makanya, penyebutan adaptasi kebiasaan baru penting bagi pemahaman masyarakat bahwa perang melawan Covid-19 belum usai.
Baca Juga: Ketua Satgas Penanganan Covid-19: Virus corona bukan konspirasi!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News