Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi merevisi besaran tarif bea keluar atas ekspor produk hasil mineral seperti tembaga dan besi.
Beleid ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Merujuk pada Pasal 11 ayat (4), bea keluar dari produk hasil pengolahan mineral program didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan smelter yang harus mencapai minimal 50%.
Baca Juga: Tarif Bea lelang 0%, UMKM yang Tergabung di Situs Lelang Melonjak Jadi 3.650 Usaha
Menanggapi hal tersebut, Industry and Regional Analyst Bank Mandiri, Ahmad Zuhdi Dwi Kusuma mengatakan, aturan tersebut akan mampu menambah kantong penerimaan negara. Hal ini lantaran produksi dan ekspor akan tetap berjalan meskipun proses pembangunan smelter belum mencapai 100%.
"Belum lagi dari dampak peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang memperkuat sistem keuangan Indonesia," ujar Zuhdi kepada Kontan.co.id, Rabu (19/7).
Berdasarkan perhitungannya, ada tambahan penerimaan sekitar US$ 470 juta dari pemberlakuan tarif ekspor mineral logam ini dengan asumsi semua smelter sudah di tahap III.
"Saya kira aturan ini sebenarnya sudah harus dipertimbangkan dalam rencana pengembangan smelter jangka panjang perusahaan ya. Karena kan gak selamanya insentif bebas pajak ekspor ini dapat diberikan," jelasnya.
Menurutnya, semakin berkembangnya pembangunan smelter maka akan semakin kecil pula pajak ekspornya. Oleh karena itu, dirinya menilai aturan ini memberikan insentif sekaligus disinsentif bagi pengusaha smelter.
Baca Juga: Penguasaan Saham Vale Indonesia (INCO) Jadi Kunci Hilirisasi Nikel Nasional
Artinya, ini menjadi insentif untuk pengusaha smelter untuk terus mengembangkan pembangunan hingga 100%, namun menjadi disinsentif untuk pengusaha sehingga tidak berniat menahan pengembangan smelter dan hanya menghasilkan produk setengah jadi.
"Menurut saya aturan ini balancing ya, memberikan insentif sekaligus disinsentif," katanya.
Namun, Zuhdi menilai, aturan tersebut belum memiliki dampak ke pengusaha smelter lain seperti nikel dan lain-lain. Hal ini dikarenakan aturan ini hanya berfokus ke logam yang belum dilarang ekspor konsentratnya.
Baca Juga: Ada Kemungkinan Iuran BPJS Kesehatan Naik Setelah Juli 2025
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menilai bahwa penetapan tarif bea keluar untuk produk hasil pengolahan mineral logam merupakan hal yang wajar, terlebih lagi pemilik smelter selama ini sudah menikmati berbagai insentif yang diberikan.
"Saya setuju ada bea masuk ya karena pemilik smelter juga sudah menikmati insentif juga di awal karena ada tax allowance tax holiday, jadi untuk hasilnya ya dikenakan bea ekspor ya rasa itu sudah wajar," kata Angga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News