Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus fraud klaim BPJS Kesehatan terjadi di seluruh Indonesia dengan kerugian yang bisa mencapai triliunan.
Apalagi, modus phantom billing bukan kali ini saja terjadi. KPK menilai kecurangan tersebut sudah memenuhi syarat untuk diusut secara pidana.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mendesak kasus phantom billing BPJS Kesehatan diusut tuntas sampai otak pelakunya diketahui, sehingga bisa ditindak tegas dan memberikan efek jera kepada pelakunya.
"Harus ada investigasi sampai diketahi otak di balik modus phantom billing karena tak hanya melibatkan dokter tapi ada pihak intrenal rumah sakit," katanya kepada KONTAN, Kamis (25/7/2024).
Baca Juga: BPJS Kesehatan Minta Faskes Bentuk Tim Anti Kecurangan
Menurut Timboel, fraud klaim BPJS Kesehatan memang terus terjadi karena disebabkan banyak faktor, di samping akibat lemahnya pengawasan. Sejatinya, dokter memiliki subyektivitas dalam menentukan indikasi medis pasien, sehingga berpotensi terjadinya fraud.
"Misalnya demam rendah disebut demam tinggi (jenis fraud upcoding). Juga fraud readmisi, yakni pasien disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang, lalu disuruh dirawat lagi,” paparnya.
Di sisi lain, pihak rumah sakit dan dokter menilai biaya paket INA CBGs di Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan yang masih relatif rendah.
Alhasil, menutupinya dengan melakukan tindakan kecurangan seperti phantom billing. Celah ini dimanfaatkan oleh oknum dengan memanfaatkan verifikator yang tidak berkualitas dalam memverifikasi klaim sehingga klaim tetap dibayarkan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: KPK: Ada RS Ajukan Klaim Palsu Ke BPJS, Diduga Rugikan Negara Puluhan Miliar
Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Rizky Anugrah mengatakan, tugas melakukan langkah-langkah pencegahan, deteksi, dan penanganan kecurangan dalam klaim tagihan adalah tanggung jawab bersama.
"Pencegahan kecurangan membutuhkan kesadaran dan keterlibatan semua pihak, serta dukungan regulasi dari pemerintah. Karena itu, fasilitas kesehatan selaku penyedia layanan kesehatan juga diharapkan bisa membentuk tim anti kecurangan di internalnya," katanya kepada KONTAN, Kamis (25/7/2024).
Untuk diketahui, KPK menemukan dugaan kecurangan (Fraud) terkait klaim BPJS Kesehatan yang terjadi di tiga rumah sakit. KPK menilai kecurangan tersebut sudah memenuhi syarat untuk diusut secara pidana.
Tim gabungan yang dibentuk KPK, bersama dengan Kemenkes, BPKP, dan BPJS Kesehatan, merinci dari tiga rumah sakit tersebut dari rumah sakit A di provinsi Sumatra Utara diduga klaim fiktif Rp1 miliar sampai Rp 3 miliar, lalu rumah sakit B di provinsi Sumatra Utara Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar, dan rumah sakit C di provinsi Jawa Tengah sekitar Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.
Baca Juga: Kinerja Mitra Keluarga (MIKA) Cemerlang di Semester I-2024, Cek Rekomendasi Analis
Menurut Rizky, atas temuan kasus tersebut, pihaknya melakukan verifikasi sesuai dengan tugas dan kewenangan verifikator BPJS Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2021.
Dalam beleid ini disebutkan, bahwa tugas dan tanggung jawab Verifikator BPJS Kesehatan yaitu melakukan verifikasi terhadap kelengkapan berkas klaim yang diajukan dan kesesuaian diagnosis serta tindakan yang ditulis oleh dokter di resume medis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News