Reporter: Diade Riva Nugrahani |
JAKARTA. Jumlah tersangka kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) bakal bertambah. Seorang pejabat di Kejaksaan Agung mengungkapkan, setidaknya ada dua calon tersangka baru dalam kasus ini.
Menurut pejabat itu, jaksa sudah menyodorkan dua nama calon tersangka ini kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy. Namun demikian, pejabat itu masih enggan membuka jati diri dua calon tersangka tersebut.
Demikian juga dengan Marwan. Dia masih mengunci mulut rapat-rapat soal siapa yang segera menjadi tersangka baru dalam dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) ini. "Sabar, sabar saja," katanya.
Yang pasti, jaksa sudah melayangkan surat pencekalan baru ke Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Hukum dan HAM, yakni atas pemegang saham PT Sarana Rekatama Dinamika Hartono Tanoesoedibjo.
Menurut jaksa, pencekalan itu bertujuan agar Hartono tak melanglang ke luar negeri selama pemeriksaan. Maklum, sebelumnya, Hartono mangkir dari jadwal pemeriksaan sebagai saksi pada Senin (22/12) lalu dengan alasan liburan Natal.
Dalam kasus ini, jaksa sudah menetapkan lima tersangka. Di antaranya tiga mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, yakni Romli Atmasasmita, Zulkarnain Yunus, dan Syamsudin Manan Sinaga. Dua tersangka lainnya adalah Direktur Utama Sarana Rekatama Yohanes Waworuntu serta Ketua Koperasi Pengayoman Depkumham Ali Amran Djannah.
Kerugian negara dari dugaan korupsi Sisminbakum sendiri masih diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Data terakhir, kerugian negara sudah mencapai Rp 360 miliar lebih.
Hartono sendiri membantah terlibat dalam dugaan korupsi ini. Pengacara Hartono, Andi F. Simangunsong menyatakan, dugaan korupsi ini berawal dari mismanagement dalam internal pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Acces fee yang terus dipermasalahkan itu sebenarnya jelas bukan PNBP karena tidak dan belum ditetapkan dalam peraturan pemerintah" katanya.
Menurut Andi, Pemerintah tidak boleh mengorbankan pihak swasta dalam kekacauan penetapan PNBP ini. "Apalagi kerjasama ini disahkan oleh surat keputusan dan perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM saat itu," tambah Hotma Sitompoel, pengacara Hartono lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News