Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) melihat masih ada peluang untuk menekan rencana kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 32% yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Ketua Alfi Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, saat ini pemerintah tengah memperkuat diplomasi dagang, mempercepat deregulasi usaha, dan memperluas kemitraan perdagangan ke kawasan Timur Tengah, Afrika, Eropa hingga Asia-Pasifik.
“Masih ada ruang negosiasi untuk solusi yang saling menguntungkan,” ujar Yukki dalam keterangannya, Rabu (9/7).
Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump 32% Bisa Picu PHK hingga 1,2 Juta Orang
Yukki berharap pemerintah memperkuat pendekatan diplomatik, termasuk mengakselerasi keterlibatan Indonesia di forum-forum strategis seperti BRICS dan kerja sama kawasan lainnya guna membuka peluang ekspor-impor alternatif.
Namun, lanjut dia, antisipasi terhadap dampak kebijakan tarif tetap dilakukan. Menurutnya, Sejumlah sektor strategis seperti tekstil, agrikultur terutama gandum dan kelapa sawit, serta furnitur mulai menghitung ulang skema bisnis dan rantai pasok mereka.
“Kenaikan tarif dinilai akan menggerus daya saing produk Indonesia di pasar AS, terutama dibandingkan negara produsen lain dengan tarif lebih rendah. Selain itu, perluasan pasar ekspor di luar AS,” jelasnya.
Yukki menuturkan, kawasan ASEAN, Timur Tengah dan Afrika menjadi target prioritas, seiring dengan dorongan penyelesaian perjanjian dagang strategis seperti EU-CEPA yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.
“Di dalam negeri, konsolidasi kebijakan perlu segera dilakukan guna memperkuat fondasi ekonomi nasional di tengah ancaman perang tarif global. Kepastian hukum, simplifikasi regulasi, dan reformasi birokrasi dinilai krusial untuk menjaga iklim investasi dan kelancaran arus modal masuk,” tuturnya.
Di sektor logistik, pihaknya mencermati potensi lonjakan volatilitas ekspor-impor yang akan berdampak pada efisien rantai pasok. Menurutnya, ketidakpastian pasar, terutama dengan AS berpotensi menurunkan volume perdagangan dan menaikkan biaya operasional logistik secara signifikan.
Di samping itu, kebijakan transhipment yang diperketat AS juga dinilai akan menekan pertumbuhan logistik nasional, mengingat praktik ekspor tidak langsung oleh Tiongkok melalui negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, selama ini menjadi jalur alternatif masuk ke pasar AS.
“Inovasi, efisiensi, dan digitalisasi dinilai menjadi kunci peningkatan daya saing sektor logistik. Peningkatan infrastruktur logistik pun didorong agar Indonesia dapat bertransformasi menjadi hub ekspor utama di kawasan Asia Tenggara,” kata Yukki.
Baca Juga: Indonesia Kena Tarif 32% dari AS, Ini Kata Sri Mulyani
Selanjutnya: Cegah Kemitraan Semu dalam Produksi Sumur Minyak Rakyat, INDEF Minta Libatkan KPPU
Menarik Dibaca: Alibaba Cloud Jalin Kemitraan Baru dengan Beragam Platform Tranformasi Teknologi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News