Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk memberikan kesederhanaan, pemerintah mengatur, petani dan kelompok petani dapat memilih menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yaitu 10% dari harga jual, sehingga tarif efektif PPN menjadi 1% dari harga jual.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan produk pertanian adalah barang kena pajak yang atas penyerahannya dari petani atau kelompok petani dengan peredaran usaha di atas Rp 4,8 miliar kepada pembeli, dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 10% dari harga jual.
Baca Juga: Harapan Menkeu program Pemerintah memberi hasil pada kuartal II dan Kuartal IV 2020
Sebagaimana mekanisme PPN, petani dimaksud memenuhi kewajiban PPN-nya dengan memperhitungkan seluruh pajak masukan yang sudah dibayar. Misalnya pajak atas pembelian pupuk, kemudian menyetorkan sisanya ke kas negara.
Adapun, berbagai barang hasil pertanian yang dapat menggunakan nilai lain adalah barang hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias & obat, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan kayu.
“Sekarang, petani dapat memilih untuk menggunakan mekanisme nilai lain, atau mekanisme normal. Untuk menggunakannya, petani hanya perlu memberitahukan kepada DJP terkait penggunaan mekanisme nilai lain tersebut pada saat menyampaikan SPT Masa PPN”, terang Febrio dalam keterangan resminya, Selasa (4/8).
Baca Juga: Inilah proyeksi optimistis dalam asumsi dasar penyusunan RAPBN 2021
Adapun, Febrio menyampaikan badan usaha industri yang membeli dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1% dan tetap dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai pajak masukan. Pemungutan oleh badan usaha industri ini semakin meningkatkan kemudahan bagi petani dan kelompok petani.
Penggunaan mekanisme nilai lain dan penunjukan badan usaha industri sebagai pemungut PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89/PMK.010/2020 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Barang Hasil Pertanian Tertentu.
Sebelumnya, Pemerintah pernah memberikan fasilitas perpajakan bagi sektor pertanian berupa pembebasan PPN melalui PP 12 Tahun 2001 stdtd. PP 31 tahun 2007.
Baca Juga: Tekan peredaran rokok ilegal, Bea Cukai gencar lakukan penindakan
Namun, pada tahun 2013, fasilitas tersebut dicabut oleh putusan Mahkamah Agung No 70 P/Hum/2013, sehingga atas penyerahan barang hasil pertanian menjadi terutang PPN.
Sejak putusan tersebut dicabut hingga saat ini, petani masih merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga kemudahan yang ditawarkan PMK ini dapat menjadi penyelesaiannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News