kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif Angkot Naik 15%


Jumat, 30 Mei 2008 / 17:44 WIB


Reporter: Yohan Rubiyantoro | Editor: Test Test

JAKARTA. Pemerintah memiliki alasan tersendiri dalam menetapkan kenaikan tarif angkutan umum sebesar 15%. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebijakan yang ditetapkan itu bertujuan untuk kepentingan pengusaha angkutan umum itu. "Artinya, agar load factor angkutan tidak berkurang," jelas Kalla di Istana Wapres, Jumat (30/5). Dia lantas menjelaskan, jika pemerintah menetapkan kenaikan tarif yang sama dengan kenaikan BBM sebesar 30 persen, dikhawatirkan jumlah penumpang angkutan umum semakin berkurang. Itu dikarenakan mereka tidak sanggup lagi menanggung beban tarif yang baru dan akhirnya akan beralih ke sepeda motor. "Sekarang load factor hanya 50 persen. Kalau tarif dinaikkan tinggi-tinggi, maka penumpang berkurang dan pendapatan supir mengecil. Justru bahaya untuk angkot itu," terangnya.

Kalla memaparkan, pemerintah telah menghitung dampak kenaikan BBM terhadap beban operasional pengusaha angkutan umum. Kenaikan harga BBM 28,7 % hanya berdampak pada peningkatan beban operasional sebesar 6 %. Namun, pemerintah juga memperhitungkan faktor inflasi, kenaikan suku cadang juga kenaikan pengeluaran bagi pengemudi angkutan umum karena harga-harga lain yang juga ikut melambung. Ia juga menyoroti,  masalah angkutan umum bukan hanya masalah BBM dan tarif. Melainkan juga karena masalah jumlah angkutan umum. Kalla menilai, saat ini, armada angkutan umum sudah terlalu banyak. Secara otomatis, hal itu menyebabkan pendapatan pengemudi pas-pasan. mereka juga kerap saling berebut penumpang dan membuat semrawut lalu lintas. "Karena itu saya minta pemda jangan boros memberi ijin trayek," tegasnya.

Kalla juga mengatakan, untuk saat ini pemerintah belum dapat menambah subsidi BBM untuk angkutan umum karena belum diterapkannya smartcard. "Nanti kalau dikasih subsidi, angkot itu masuk SPBU lalu jual solar di luar dengan harga tinggi, lalu masuk SPBU lagi ambil solar lagi. Nanti supir angkot hanya jual beli solar saja kerjanya," katanya. Ia juga mengakui bahwa hingga kini program smartcard masih menemui berbagai kendala teknis di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×