kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Target Surplus Perdagangan US$ 53,4 Miliar Bisa Tercapai, Ini Syaratnya


Kamis, 22 Februari 2024 / 18:53 WIB
Target Surplus Perdagangan US$ 53,4 Miliar Bisa Tercapai, Ini Syaratnya
ILUSTRASI. Kementerian Perdagangan menargetkan surplus neraca perdagangan pada tahun ini bisa mencapai US$ 31,6-US$ 53,4 miliar.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan menargetkan surplus neraca perdagangan pada tahun ini bisa mencapai US$ 31,6-US$ 53,4 miliar. 

Merespons hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani menegaskan bahwa tercapainya target tersebut bergantung pada kebijakan pemerintah dalam mendukung peningkatan ekspor. 

Shinta mengakui dengan kondisi ekonomi global dan nasional saat ini pun sudah sulit memastikan bahwa neraca perdagangan tetap surplus. 

Apalagi harga komoditas global memiliki tren harga lebih rendah dari tahun lalu kecuali untuk komoditas energi dan pangan. Sayangnya, Indonesia menjadi net import dalam kedua komoditas itu. 

"Dari catatan neraca perdagangan terakhir saja beban impor energi dan pangan menciptakan defisit sangat besar meskipun secara agregat kita masih memiliki surplus perdagangan," ujar Shinta pada Kontan.co.id, Kamis (22/2). 

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan 2024 Diproyeksi di Batas Bawah Target US$ 31,6 Miliar

Untuk itu, diperlukan beberapa kebijakan strategis agar neraca perdagangan tetap surplus sesuai target di tengah tantangan di atas. Pertama, mempermudah ekspor atau peningkatan fasilitasi ekspor, khususnya dengan mengevaluasi kebijakan administratif dan pelarangan terbatas (lartas) ekspor yang tidak diperlukan.  

"Kebijakan ini dilakukan agar beban compliance eksportir menjadi lebih rendah," tambah Shinta. 

Kedua, pemberdayaan kepada eksportir nasional untuk meningkatkan diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor untuk memaksimalkan potensi ekspor global yang bisa direalisasikan sebagai penerimaan ekspor. 

Ketiga, memfasilitasi dan mempermudah pemenuhan kebutuhan bahan baku penolong baik dari impor maupun domestik untuk industri yang berorientasi ekspor. Keempat, meningkatkan arus modal atau pembiayaan kepada industri dan sektor yang berorientasi ekspor. 

"Akan lebih baik bila eksportir didukung oleh kemudahan pembiayaan ekspor lain seperti fasilitas penjaminan ekspor," ujar Shinta. 

Baca Juga: Meski CAD Melebar, Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal IV-2023 Justru Surplus

Kelima, peningkatan edukasi dan sosialisasi penggunaan fasilitas perjanjian kerja sama dan kemitraan (CEPA) maupun Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antar negara untuk kemudahan ekspor. 

Sementara dari sisi impor, pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap impor ilegal. Pemerintah juga perlu  dan menggunakan instrumen trade remedies lebih proaktif untuk memproteksi pasar dalam negeri dari subsidi atau dumping perdagangan dari negara lain. 

Selain itu, mempercepat substitusi BBM dan lebih serius meningkatkan produktivitas dan kualitas sektor pangan nasional, sehingga mengurangi beban penciptaan surplus perdagangan dari sisi impor.

Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga juga mengakui bahwa kinerja perdagangan ke depan menghadapi tantangan yang tidak mudah karena perlambatan ekonomi. 

Baca Juga: Genjot Ekspor, Kemendag Harap Automatic Adjustment Dicabut Pertengahan Tahun 2024

Untuk itu, pada tahun ini pihaknya juga tidak mematok surplus perdagangan lebih besar. Bahkan, target batas bawah surplus neraca perdagangan pada tahun ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai US$ 38,2 miliar-US$ 38,5 miliar. 

"Lembaga internasional seperti IMF kan memprediksi ada keterlambatan ekonomi global. Bahkan ada beberapa disebutkan itu pertumbuhannya sekitar 3,7%, kita itu 5%, yang artinya kita sudah di atas itu," ujar Jerry dalam Rakor Kemendag 2024 di Semarang, Rabu (21/2). 

Alasan lain, lantaran pemerintah juga berpacu pada realisasi surplus perdagangan tahun 2023 yang tidak sampai US$ 40 miliar atau tepatnya sebesar US$ 36,93 miliar. 

"Jadi saya pikir sangat rasional kita mematok angka tersebut, dengan asumsi bahwa kita mencapai angka yang lebih tinggi dari 2023," papar dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×