kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.204   -4,00   -0,02%
  • IDX 7.080   -0,79   -0,01%
  • KOMPAS100 1.052   3,80   0,36%
  • LQ45 824   2,53   0,31%
  • ISSI 211   0,49   0,23%
  • IDX30 423   0,93   0,22%
  • IDXHIDIV20 507   1,85   0,37%
  • IDX80 120   0,24   0,20%
  • IDXV30 124   0,51   0,42%
  • IDXQ30 140   0,32   0,23%

Target Setoran Pajak Karyawan Meningkat 45% pada 2025 Saat Pemerintah Kerek UMP 6,5%


Minggu, 08 Desember 2024 / 16:08 WIB
Target Setoran Pajak Karyawan Meningkat 45% pada 2025 Saat Pemerintah Kerek UMP 6,5%
ILUSTRASI. Aktivitas karyawan sebuah perusahaan di Jakarta, Jumat (12/1/2024). Pemerintah menargetkan penerimaan PPh 21 mencapai Rp 313,5 triliun. Nilai tersebut meningkat 45,6% dari target 2024 senilai Rp 215,2 triliun.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menetapkan kenaikan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP)  tahun 2025 sebesar 6,5%.

Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum 2025.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga akan menggenjot setoran pajak dari karyawan pada tahun depan.

Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rincian APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan PPh 21 mencapai Rp 313,5 triliun. Nilai tersebut meningkat 45,6% dari target 2024 senilai Rp 215,2 triliun.

Baca Juga: Pajak Penghasilan Naik 45%, Pemerintah Bidik Penerimaan PPh 21 Rp 313,5 triliun

Sebagai informasi, kenaikan UMP ini tidak secara otomatis menjadikan seseorang berkewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), status sebagai wajib pajak ditentukan oleh pemenuhan dua syarat, yakni subjektif dan objektif.

Persyaratan subjektif di antaranya warga negara Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, atau badan hukum yang didirikan di Indonesia.

Sementara persyaratan objektif yakni memperoleh atau menerima penghasilan.

Perlu dicatat, meski hampir semua warga negara Indonesia memenuhi persyaratan subjektif, tidak semua otomatif menjadi Wajib Pajak jika tidak memenuhi persyaratan objektif, yaitu memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Baca Juga: DJP Kemenkeu Masih Kaji Perubahan Skema Tarif Efektif PPh 21

Besaran PTKP adalah Rp 54.000.000 bagi Wajib Pajak orang pribadi, tambahan sebesar Rp 4.500.000 bagi Wajib Pajak yang sudah kawin, tambahan bagi istri yang penghasilannya digabung dengan suami sebesar Rp 54.000.000, dan tambahan bagi tiga tanggungan keluarga dalam satu garis keturunan baik sedarah, semenda, atau anak angkat masing-masing sebesar Rp 4.500.000. 

Besaran PTKP ini ditentukan berdasarkan kondisi yang berlaku pada 1 Januari tahun kalender berjalan.

Individu yang penghasilannya meningkat hingga melebihi batas PTKP akan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan. Kenaikan penghasilan tersebut menandakan bahwa individu tersebut telah memasuki kategori penghasilan yang dikenai pajak.

Baca Juga: Tak Hanya PPN 12%, Kebijakan Pajak Ini Juga Dianggap Membebani Masyarakat

Sebagai Wajib Pajak aktif, mereka diwajibkan untuk melaporkan rincian penghasilan, potongan pajak, serta informasi terkait lainnya dalam SPT Tahunan. Hal ini memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan sekaligus mendukung optimalisasi penerimaan negara.

Selanjutnya: Harga Pangan NTB : Kedelai, Bawang, dan Cabai Naik, Minggu (8/12)

Menarik Dibaca: Hujan Petir Jelang Subuh, Simak Prediksi Cuaca Besok (9/12) di Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×