Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang turut mengubah jatuh tempo pembayaran pajak sejalan dengan rencana implementasi Core Tax Administration System (CTAS).
Melalui peraturan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan penyeragaman tanggal pembayaran pajak yang sebelumnya beragam, kini disatukan menjadi tanggal 15 bulan berikutnya setelah pajak terutang.
Merujuk Pasal 94 ayat (2) beleid tersebut, jatuh tempo penyetoran pajak masa adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Ketentuan tersebut berlaku untuk penyetaran jenis pajak sebagai berikut:
Baca Juga: Sri Mulyani Ubah Tanggal Jatuh Tempo Penyetoran Pajak Jadi Paling Lambat Tanggal 15
1. PPh Pasal 4 ayat (2)
2. PPh Pasal 15
3. PPh Pasal 21
4. PPh Pasal 22
5. PPh Pasal 23
6. PPh Pasal 25
7. PPh Pasal 26
8. PPh Migas yang dibayarkan setiap masa
8. PPN atas BKPTB/JKP dari luar pabean (PPN JLN).
9. PPN KMS
10. Bea Materai yang dipungut
11. Pajak Penjualan
12. Pajak Karbon yang dipungut oleh pemungut pajak karbon.
Dalam ketentuan sebelumnya, beberapa PPh yang diperoleh melalui skema pemotongan atau pemungutan, seperti PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 1 jatuh temponya penyetoran pajaknya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Adapun tanggal 15 bulan berikutnya hanya berlaku untuk pajak yang disetor sendiri. Sementara dalam PMK 81/2024 ini, Sri Mulyani tidak membedakan tanggal penyetoran untuk objek pajak pemotongan/pemungutan maupun objek pajak yang pajaknya disetor sendiri.
Menanggapi hal ini, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia memberikan pandangannya terkait perubahan tersebut.
Menurutnya, penyeragaman batas setor pajak ini memiliki sisi positif yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Raden menjelaskan bahwa sebelumnya, pembayaran pajak dilakukan dengan berbagai batas waktu, yaitu tanggal 10, 15, dan akhir bulan, tergantung jenis pajaknya.
Perbedaan ini, lanjutnya, sering kali membingungkan wajib pajak yang belum terbiasa dengan kewajiban pembayaran pajak setiap bulan. Dengan adanya keseragaman, tentu saja akan memudahkan wajib pajak untuk mengingat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak.
"Dengan adanya keseragaman, akan memudahkan mengingat tanggal jatuh tempo," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11).
Raden juga menegaskan bahwa seharusnya tidak ada dampak negatif atau kerugian bagi wajib pajak terkait kebijakan baru ini. Ia menjelaskan, sebagian besar jenis pajak yang terutang, seperti Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN), biasanya sudah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga, seperti pemberi kerja atau pihak yang melakukan transaksi.
Dengan demikian, uang yang harus dibayarkan sebenarnya sudah berada di tangan pemotong atau pemungut pajak sejak awal bulan.
"Seharusnya tidak ada minusnya dengan keseragaman tersebut, karena pada umumnya merupakan pajak yang dipotong atau dipungut dari Wajib Pajak lainnya. Sehingga sebenarnya pada awal bulan sudah dipegang oleh Wajib Pajak pemotong atau pemungut," kata Raden.
Sebagai tambahan, pada Pasal 94 ayat (3) terdapat pengecualian tanggal jatuh tempo penyetoran. Misalnya saja adalah kewajiban penyetoran PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM impor yang dilakukan saat penyelesaian pemberitahuan pabean impor.
Untuk pajak yang disetor sendiri oleh importir, penyetoran dilakukan saat pemberitahuan pabean impor diselesaikan. Sementara itu, untuk pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, penyetoran harus dilakukan paling lambat 1 hari kerja setelah masa pemungutan.
Untuk PPh Pasal 25, khususnya bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak, pembayaran pajak tersebut harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.
Selain itu, untuk pajak atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten, wajib disetorkan paling lambat 1 bulan setelah terutangnya pajak tersebut.
Peraturan ini juga mengatur soal penyetoran PPN dan PPnBM yang harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, yang sebelumnya sempat memiliki batas waktu hingga tanggal 15 bulan berikutnya.
Ketentuan serupa berlaku juga untuk PPN yang dipungut oleh pemungut, dengan batas waktu penyetoran yang telah diperbarui sesuai peraturan terbaru ini.
Baca Juga: Pemerintah Terbitkan PMK 78/2024, Sederhanakan Aturan Bea Meterai
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News