kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   -10.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.450   167,00   1,00%
  • IDX 6.816   48,94   0,72%
  • KOMPAS100 985   6,24   0,64%
  • LQ45 763   1,83   0,24%
  • ISSI 216   1,39   0,64%
  • IDX30 397   1,52   0,38%
  • IDXHIDIV20 474   2,31   0,49%
  • IDX80 111   0,22   0,20%
  • IDXV30 115   -0,82   -0,71%
  • IDXQ30 130   0,67   0,52%

Tantangan Ekonomi Amerika Serikat dan Efeknya bagi Indonesia


Jumat, 02 Mei 2025 / 19:00 WIB
Tantangan Ekonomi Amerika Serikat dan Efeknya bagi Indonesia
ILUSTRASI. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga saat Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat, di Washington DC, AS, Jumat (18/4/2025). Indonesia negara yang pertama diterima negosiasi Tarif Impor, AS memberikan respons yang positif terhadap usulan-usulan Indonesia tersebut sehingga dalam 60 hari ke depan, dan akan menindaklanjuti pembahasan di tingkat teknis guna mencapai solusi yang konstruktif dan saling menguntungkan bagi kedua negara. (Humas Menko Perekonomian)


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonomi Amerika Serikat (AS) saat ini menghadapi tantangan serius yang berpotensi mengarah pada resesi, yang bisa berdampak signifikan terhadap pasar global, termasuk Indonesia. Penting bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonominya dan melakukan reformasi struktural untuk menghadapi kemungkinan krisis yang disebabkan oleh kondisi di AS.

Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina menjelaskan bahwa pada kuartal I-2025, pertumbuhan ekonomi AS tercatat -0,3%.

“Bisa dipastikan hampir 100% tingkat keyakinannya, kuartal kedua nanti akan negatif juga,” ujar Wijayanto dalam acara diskusi yang bertajuk 100 Hari Trump, Tsunami Geopolitik dan Ekonomi bagi Indonesia, Jumat (2/5).

Hal ini menandakan bahwa AS sedang berada dalam kondisi resesi yang belum pernah mereka alami sejak pandemi COVID-19.

Prediksi dari lembaga keuangan ternama seperti, J. P. Morgan dan Golman Sachs menunjukkan kemungkinan resesi semakin meningkat, dengan proyeksi bisa mencapai 60%.

Baca Juga: Ekonomi AS Terkontraksi di Kuartal I-2025, Tertekan Lonjakan Impor dan Tarif Dagang

Dampak dari situasi terserbut juga terasa di sektor perdagangan, di mana diperkirakan impor barang dari Cina akan mengalami penurunan hingga 70%-80% tahun ini.

“Pasti Walmart, kemudian One US Dollar Store, itu kosong semua,” kata Wijayanto. Ia menekankan bahwa barang-barang Cina yang dijual dengan harga murah akan menghilang dari pasar AS.

Penurunan tersebut berpotensi mempengaruhi pemilu sela, di mana masyarakat akan menghadapi kesulitan dalam mengakses barang-barang murah.

Lebih lanjut, Wijayanto menjelaskan bahwa Consumer Confidence Index di AS turun ke angka 86%, yang menunjukkan pesimisme di kalangan konsumen.

“Kalau kita berbicara Consumer Expectation Index, artinya berbicara lebih jauh ke depan, itu skornya 54%,” ucapnya. Skor di bawah 80% menunjukkan potensi resesi yang sangat besar.

Ia juga menekankan bawa situasi ini semakin diperburuk oleh sikap denial dari Trump, yang cenderung menyalahkan pihak lain, termasuk Biden, atas masalah yang ada.

Wijayanto mencatat bahwa defisit anggaran Amerika selama 10 tahun terakhir rata-rata mencapai 5,8% dari PDB.

“Kalau trade deficit itu 3,1%,” tegasnya. Ia menekankan bahwa defisit anggaran lebih berbahaya karena hanya ditangani oleh pemerintah federal, yang berukuran 23% terhdap keseluruhan ekonomi.

Baca Juga: Defisit Perdagangan Barang AS Makin Melebar, Ekonomi AS Kian Tertekan

Tanpa langkah serius, hutang pemerintah AS diprediksi akan mencapai US$ 57 triliun pada tahun 2034, yang bisa berujung pada kebangkrutan finansial.

Wijayanto juga menekankan dampak global dari kebijakan Trump, yang berfokus pada tiga dimensi perang ekonomi.

“Ada perang besar Amerika untuk mempertahankan hegemoni, di mana at whatever cost, dia akan menghambat kemajuan Cina,” tegasnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya menurunkan trade deficit serta budget deficit untuk mencegah kebangkrutan fiskal. Namun, langkah-langkah yang diambil oleh Trump justru memperburuk keadaan di ketiga dimensi tersebut.

Meski Indonesia relatif tahan terhadap dampak langsung dari situasi AS, Wijayanto mengingatkan bahwa dampak tidak langsung melalui perdagangan, investasi, dan pasar uang harus diperhatikan.

“Surplus ekspor ke Amerika itu hampir 50% dari total ekspor kita,” kata Wijayanto.

Jika surplus dari AS hilang, current account Indonesia bisa mengalami defisit, yang akan memberi tekanan lebih besar pada nilai tukar rupiah.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I-2025 Diprediksi Melambat, Apa Biang Keroknya?

Wijayanto menekankan perlunya reformasi struktural di tingkat nasional. Ia memberikan saran pembentukan tiga Satgas, termasuk Satgas perundingan perdagangan dan satgas deregulasi.

“Momentum ini harus kita jadikan agar deregulasi ini menghasilkan aksi,” jelasnya.

Ia juga mengusulkan agar Indonesia melakukan benchmarking dengan Vietnam, yang sudah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan daya tarik investasi yang lebih tinggi.

Untuk menghadapi berbagai tantangan ini, Wijayanto menekankan pentingnya tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia.

“Apa yang dilakukan negara lain itu stepping up the global supply chain, menaiki, kita itu justru stepping down,” tambah Wijayanto. Ini menegaskan bahwa Indonesia harus beradaptasi dan berinovasi agar tidak tertinggal dalam persaingan global.

Baca Juga: Donald Trump Seret Ekonomi AS ke Ambang Krisis Hanya dalam 100 Hari

Selanjutnya: Ini 10 Aktor Terkaya di Dunia Tahun 2025: Jackie Chan Nomor 10, Siapa yang Nomor 1?

Menarik Dibaca: SLB Resmikan Fasilitas OneSubsea di Balikpapan, Fokus Perkuat Industri Bawah Laut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×