Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan menyampaikan isi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 pada 15 Agustus 2025 mendatang.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengungkapkan bahwa pendapatan negara pada RAPBN 2026 diperkirakan berada di kisaran Rp 3.094 triliun hingga Rp 3.114 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menilai target tersebut cukup agresif namun masih realistis dengan syarat tertentu.
Ia mengungkapkan, setidaknya ada tiga prasyarat agar target pendapatan tersebut tercapai.
Pertama, akselerasi penerimaan perpajakan harus kembali tumbuh ke level dua digit. Kedua, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bertahan sideways meskipun ICP diset US$ 60-80 per barel.
Ketiga, eksekusi konsolidasi fiskal disiplin dengan defisit pada kisaran 2,53% Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Terapkan 5 Kebijakan untuk Kejar Target Pendapatan Negara 2026
"Tanpa tiga prasyarat ini, penerimaan negara akan kembali shortfall," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Rabu (13/8/2025).
Ia menyoroti tantangan yang sudah terlihat dari kinerja tahun ini. Realisasi pendapatan Semester I-2025 tercatat sekitar Rp1.210 triliun atau 40,3% dari target.
Penerimaan pajak hingga 11 Agustus 2025 juga baru mencapai 45,5% dan mengalami penurunan secara tahunan, sehingga momentum carry-over ke 2026 relatif rendah.
Selain itu, normalisasi harga komoditas juga menggerus buffer PNBP, sementara kisaran ICP US$ 60–80 per barel membatasi ruang kenaikan.
Di sisi lain, risiko fragmentasi perdagangan global, termasuk kebijakan tarif baru dari mitra utama, dinilai berpotensi menekan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor maupun bea masuk.
Tantangan lainnya adalah potensi hilangnya setoran dividen BUMN sekitar Rp 80 triliun pasca revisi undang-undang.
Kendati begitu, Ariawan melihat masih ada ruang optimalisasi penerimaan. Di antaranya melalui peningkatan kepatuhan PPN dan perluasan basis pajak, memperketat restitusi berisiko tinggi, penegakan kepatuhan faktur pajak dan analisis e-invoicing, serta penutupan celah pajak dari pedagang daring dan layanan lintas batas.
Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Dampak Pelemahan Aktivitas Ekonomi terhadap Penerimaan Negara
"Selain itu, optimalisasi cukai dan kepabenan. Optimalkan cukai hasil tembakau (CHT) dan anti-illicit trade untuk menahan erosi penerimaan," imbuhnya.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa target tersebut cukup optimistis mengingat target tersebut dibangun atas asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2% hingga 5,8%.
"Angka yang, jujur saja, cukup optimistis mengingat realisasi beberapa tahun terakhir selalu di kisaran 5% dan tren global saat ini tidak banyak memberi dorongan," kata Yusuf.
Menurutnya, risiko melesetnya pertumbuhan jelas akan langsung memotong basis penerimaan pajak, terutama PPN dan PPh nonmigas yang sensitif pada konsumsi dan investasi.
Yusuf menyoroti pola penerimaan 2025 yang berpotensi mengalami shortfall akibat harga komoditas yang melemah dan impor yang melambat. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pun tertekan karena setoran dividen BUMN dan pendapatan sumber daya alam menurun.
Baca Juga: Jelang Nota Keuangan, Banggar DPR RI Sebut Postur RAPBN 2026 Sangat Menantang
"Artinya, pemerintah akan mengandalkan pajak lebih besar pada 2026, padahal daya dorong ekonomi tidak berubah signifikan. Ini seperti meminta mesin menghasilkan tenaga ekstra tanpa menambah bahan bakar," terang Yusuf.
Dari sisi rasio terhadap PDB, target pendapatan 2026 justru turun menjadi 11,71–12,22% dari 12,36% di APBN 2025.
Menurut Yusuf, penurunan rasio ini bukan karena strategi longgar, melainkan akibat PNBP yang diproyeksi menyusut, sementara target pajak tetap naik.
"Beban ini akan dipecahkan melalui penegakan kepatuhan, ekstensifikasi, dan pungutan sektoral baru misalnya cukai minuman berpemanis atau potensi pajak karbon yang bisa menimbulkan sentimen negatif jika komunikasi kebijakannya tidak hati-hati," pungkasnya.
Baca Juga: Banggar DPR Bocorkan Kisi-Kisi RAPBN 2026, Belanja dan Pendapatan Negara Meningkat
Selanjutnya: BRI Insurance Bayarkan Klaim Asuransi Kebakaran di Bengkulu Selatan
Menarik Dibaca: Jadwal Pertandingan Final UEFA Super Cup 2025: PSG vs Tottenham (14/8/2025)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News