Reporter: Epung Saepudin | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung untuk lebih serius dalam menangani perkara dugaan korupsi pengadaan floating crane di PT Bukit Asam. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyesalkan ketertutupan kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus tersebut.
”Ada upaya menutupi informasi pemanggilan saksi-saksi dari media massa,” kata Boyamin, Senin (29/3). Ia bilang, jika dalam waktu dua minggu tidak ada perkembangan atau penetapan tersangka pada kasus tersebut, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan ke kejaksaan.
Boyamin menuturkan, berdasarkan informasi, penyidik kejaksaan sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah direktur PT Bukit Asam. ”Karena itu, kami mendesak Kejagung untuk transparan dan terbuka dalam penyidikan kasus tersebut,” ujarnya. Ia bilang, pengadaan floating crane untuk kegiatan bongkar muat batubara di Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam, tidak didasarkan pada perencanaan yang matang, karena alat tersebut, tidak dapat digunakan secara maksimal. "Selain itu, sistem pengadaan proyek tersebut, juga bermasalah karena dilakukan dengan pemilihan langsung,” ujar Boyamin.
Seharusnya, kata Boyamin, untuk proses pengadaan di atas Rp 100 juta itu, harus dilakukan dengan tender terbuka. Tidak hanya itu, MAKI melihat kegiatan pengadaan proyek tersebut, tidak didasarkan atas usulan dari pengguna tapi dari atas ke bawah. ”Sehingga terkesan bahwa proyek itu digunakan untuk mencairkan anggaran dan bukan atas kebutuhan yang mendesak,” kata Boyamin.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Arminsyah memastikan bahwa penyidik juga melakukan pemanggilan terhadap pejabat yang diduga mengetahui proses penunjukan pengadaan "floating crane". "Memang kita panggil beberapa pejabat bukit asam. Setahu saya, ada beberapa direktur. Sudah penyidikan dan kita telah lakukan penggeledahan dan penyitaan di kantornya di Muara Enim. Kita juga sudah tinjau lokasinya di Tarahan Lampung," tegasnya.
Meski sudah meninjau lokasi dan melakukan penggeledahan, Arminsyah mengatakan, penyidik belum melakukan pemeriksaan lanjutan atas sejumlah saksi. "Memang belum banyak saksi yang kita periksa untuk dapat menentukan siapa tersangkanya," imbuhnya. Yang jelas, Arminsyah mengatakan, penyidikan yang dilakukan kejaksaan berdasarkan bukti yang cukup bahwa penyewaan floating crane tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan. "Sebenarnya tidak perlu. Tapi sudah dibayar, kan rugi, itu kontraknya Rp 300 miliar lebih,"tandasnya.
Epung Saepudin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News