kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tak hanya buruh, pengusaha juga ogah jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan


Kamis, 05 September 2019 / 06:10 WIB
Tak hanya buruh, pengusaha juga ogah jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah defisit BPJS Kesehatan yang terus membelit sudah pasti membuat banyak pihak pusing tujuh keliling. Untuk mengatasi defisit, diperlukan upaya-upaya yang tidak mudah. 

Teranyar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan untuk menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Angkakenaikan yang diusulkan pun cukup besar. Untuk peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri kelas I, kenaikannya mencapai dua kali lipat, dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

Untuk peserta mandiri kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, sementara untuk peserta kelas III tetap di Rp 25.500, meski sebelumnya sempat diusulkan jadi Rp 42.000 per peserta per bulan.

Baca Juga: Iuran BPJS naik 100%, Moeldoko: Sehat itu mahal

Tak hanya itu, untuk peserta penerima upah baik badan usaha maupun pemerintah juga bakal mengalami kenaikan besaran iuran. Pasalnya, ambang batas upah pun dinaikkan dari Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta. Sehingga, besaran iuran bagi peserta penerima upah menjadi 5% dengan upah maksimal Rp 12 juta.

Artinya, jika sebelumnya peserta dengan gaji Rp 10 juta iuran BPJS-nya hanya sebesar Rp 400.000 sebulan, dengan perhitungan 5% dari gaji dengan batas atas upah Rp 8 juta, maka pembagiannya adalah pemberi kerja harus membayar Rp 320.000 sementara peserta yang bersangkutan Rp 80.000.

Sementara, dengan skema baru, karena batas atas dinaikkan, maka dia harus merogoh kocek lebih dalam dengan membayar Rp 500.000 setiap bulannya. Pemberi kerja harus menyetor Rp 400.000 setiap bulan, dan iuran yang dibebankan ke pekerja Rp 100.000.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, buruh siap turun ke jalan

Penolakan Buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh akan menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang rencana pemerintah tersebut.

"Pasti ada aksi, kalau pemerintah bersikeras menaikan iuran pasti akan ada perlawanan, pertama melalui gerakan, hukum dan politik," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (3/9). "Dalam bentuk gerakan KSPI sedang mengajak serikat buruh tanggal 2 Oktober, satu hari setelah pelantikan DPR kami akan aksi besar besaran 150.000 orang di 10 kota industri di 10 provinsi," sambung dia.

Baca Juga: BPJS Kesehatan terus menjadi sorotan, pembentukan Pansus JKN di DPR diusulkan

Said memastikan protes buruh tidak hanya akan berhenti hanya dengan demonstrasi. Sebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan jelas akan memberatkan masyarakat, tidak hanya buruh. KSPI meminta pemerintah memikirkan daya beli dan pendapatan masyarakat. Sebab dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka uang masyarakat akan dipotong lebih banyak.

"Misal untuk kelas III naiknya jadi Rp 42.000 kan. Kalau peserta mandiri satu istri, satu suami dan 3 anak, berarti Rp 42.000 kali 5 orang sudah Rp 210.000," kata dia. "Bagi orang Jakarta yang upah minimum non buruh Rp 3,9 juta mungkin enggak terasa naik jadi Rp 210.000 keluar. Tapi gimana pekerja di daerah lain dengan UMP yang lebih kecil?" sambungnya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×