Reporter: Anggar Septiadi, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Alhamdulillah, ekonomi tahun 2017 lolos dari lubang jarum. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi Indonesia sepanjang tahun lalu tumbuh 5,07%.
Angka ini relatif oke dengan berbagai ganjalan dan rintangan tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 juga memberi sinyal tren perbaikan ekonomi dibanding periode sebelumnya. Nyaris semua faktor penopang ekonomi tumbuh.
Nah, akankah tren pemulihan itu bakal berlanjut tahun ini? Tampaknya, pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang cenderung agresif di kisaran antara 5,4%–5,5%.
Memang, sektor manufaktur menunjukkan pemulihan. Menurut data BPS, tahun lalu manufaktur tumbuh 4,74%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya.
Problemnya, kelesuan daya beli masyarakat berpeluang menjadi batu sandungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tahun lalu, sebagai contoh, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,95%, terendah sejak tahun 2010. Tren kelesuan konsumsi itu berpeluang masih berlanjut sampai tahun ini.
Kelesuan konsumsi itu pula yang menjadi bandul pemberat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017. "Investasi bagus, ekspor bagus, tapi kenapa pertumbuhan ekonomi 2017 hanya 5,07%? Karena konsumsi rumah tangga melambat," kata Suhariyanto, Kepala BPS, Senin (5/2).
Toh, Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution optimistis ekonomi tahun 2018 membaik. Ia juga meyakini daya beli masyarakat akan pulih. "Ada Pilkada, ada Asian Games, dan IMF-World Bank meeting. Mestinya dari sisi pengeluaran, khususnya konsumsi, akan membaik," katanya meyakinkan.
Jika konsumsi masih stagnan, Darmin menandaskan, pemerintah masih memiliki senjata lain. Yakni, akan mengejar pertumbuhan ekonomi 5,4% tahun ini dengan menggenjot investasi dan ekspor.
Namun, menggenjot ekspor bukan perkara mudah. Maklum, pemulihan ekonomi global cenderung lambat. Keputusan The Federal Reserve tidak menaikkan suku bunga, serta tren kenaikan bunga obligasi Amerika Serikat, menjadi sinyal ekonomi global belum pulih benar. Alhasil, situasi ini berpeluang membuat ekspor Indonesia stagnan.
Itu sebabnya, Ekonom UI Chatib Basri memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 5,2%–5,3%. Pendorongnya adalah program cash for work atau padat karya tunai dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang bisa mengungkit konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News