Reporter: Handoyo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merekomendasikan agar sektor kelautan dan perikanan keluar dari kelompok G-20. Hal ini dilakukan karena selama ini Indonesia belum mendapat manfaat dari kerjasama tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, dengan masuknya Indonesia sebagai kelompok G-20 maka akan dikenakan bea masuk (BM) ke negara tujuan ekspor setidaknya hingga mencapai 14%.
Beberapa komoditas unggulan Indonesia yang berpotensi kehilangan pendapatannya akibat pajak yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor tersebut adalah tuna dan udang. "Kita kehilangan 14 persen bea masuk tuna dari potensi US$ 700 juta perdagangan tuna di G20. Kerugian kita sekitar USD100 juta," kata Susi, Selasa (11/11).
Bahkan, untuk udang daya saing yang harus dibayarkan pengusaha menjadi semakin tinggi. Pasalnya, selama ini udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan dalam negeri. Di dalam keanggotaan G-20 tersebut tidak ada kebijakan yang menguntungkan bagi anggotanya.
Susi menambahkan posisi Indonesia di G-20 bukanlah negara yang berperan besar dalam pengambil keputusan dalam perhimpunan negara-negara di tingkat global tersebut. "Kita di G-20 juga tidak bisa ambil keputusan. Kita bukan G-8, kita hanya penggembira," katanya.
Seperti diketahui, saat ini KKP sedang berupaya mengenjot pendapatan negara bukan pajak (PNBP) disektor perikanan. Bila saat ini PNBP sektor perikanan hanya berada dikisaran Rp 250 miliar -Rp 300 miliar, tahun depan akan ditingkatkan mencapai Rp 1,27 triliun.
Salah satu sektor yang ditingkatkan pemasukannya adalah di sektor perizinan kapal. Catatan saja, selama ini kapal tangkap yang memiliki bobot diatas 30 Gross Ton (GT) dan berizin KKP mencapai 5.300 unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.200 unit merupakan kapal ex asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News