kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Survei Kompas, klaster ketenegakerjaan Omnibus Law UU Cipta Kerja lebih disukai


Senin, 26 Oktober 2020 / 13:13 WIB
Survei Kompas, klaster ketenegakerjaan Omnibus Law UU Cipta Kerja lebih disukai
ILUSTRASI. Survei Kompas, klaster ketenegakerjaan Omnibus Law UU Cipta Kerja lebih disukai. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja mendapat penolakan dari banyak pihak. Terutama dari pihak buruh yang menilai klaster ketenagakerjaan di UU Cipta merugikan para pekerja. Namun, hasil survei Kompas berkata lain.

Survei Litbang Kompas terkini menyatakan, hampir separuh responden yaitu 48,5 persen menaruh perhatian pada bidang ini. Disusul klaster pendidikan 14,3 persen, lingkungan hidup 10,1 persen, dan investasi 4,7 persen. Soal substansi klater ketenagakerjaan, ada beberapa hal yang disoroti pekerja, seperti waktu kerja, durasi kontrak, hingga upah. Beragam aturan terkait hal ini ditanggapi beragam oleh responden.

Sebagian responden sepakat dengan beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan, sebagian lagi lebih memilih aturan di draf RUU Cipta Kerja. Secara umum, mayoritas responden setuju dengan ketentuan ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Tentu saja dengan catatan bahwa selama ini publik belum mengetahui isi UU Cipta Kerja yang saat ini menunggu ditandatangani Presiden. Sebab, selama ini belum ada draf resmi UU Cipta Kerja, sejak masih berbentuk RUU hingga disahkan, yang dapat diakses di situs resmi DPR atau pemerintah.

Baca juga: Lelang mobil dinas Honda City hanya Rp 20-an juta ditutup hari ini

Berikut ini pilihan responden terhadap sejumlah aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.

Uang pesangon

Dalam UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja dengan masa kerja 24 tahun berhak meraih hingga 32 kali upah jika mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketentuan ini diubah di UU Cipta Kerja. Bagi pekerja dengan masa kerja 24 tahun, uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan sebanyak 19 kali upah.

Selain itu, juga terdapat jaminan kehilangan pekerjaan maksimal 6 kali upah yang ditanggung pemerintah. Secara total, uang yang diperoleh pekerja terkena PHK 25 kali upah.

Nah, hasil survei menyebut:

  • 55,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
  • 29,8 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan
  • 14,8 persen tidak tahu

Waktu lembur

UU Cipta Kerja mengubah ketentuan maksimal waktu lembur dari sebelumnya tiga jam sehari atau 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari atau 18 jam seminggu.

  • 54 persen memilih aturan UU Ketenakerjaan
  • 34,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
  • 11,6 persen tidak tahu

Baca jugaPerang Armenia vs Azerbaijan berpotensi meluas, negara ini sudah siaga di perbatasan

Hak cuti panjang

Di UU Ketenagakerjaan, pekerja dengan masa kerja enam tahun berhak cuti panjang minimal dua bulan pada tahun ketujuh dan kedelapan. Pada RUU Cipta Kerja, aturan ini dikembalikan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

  • 53,6 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
  • 30,7 persen tetap memilih UU Ketenagakerjaan
  • 15,7 persen tidak tahu

Upah minimum provinsi

UU Ketenagakerjaan mengatur gubernur menetapkan UMP berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam UU Cipta Kerja, gubernur menetapkan UMP berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan serta berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi kabupaten/kota.

  • 51,6 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
  • 39 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan
  • 9,4 persen tidak tahu

Ingin dialog

Kendati demikian, masyarakat menginginkan adanya ruang dialog terhadap UU Cipta Kerja. Publik menaruh harapan kepada lembaga eksekutif atau legislastif untuk membuka ruang diskusi bersama berbagai lapisan masyarakat.

Hal ini terlihat dari hasil survei yang menyatakan 39,7 persen responden ingin adanya perundingan dengan pemerintah dan DPR. Sementara itu, dari proses pembentukan undang-undang, survei pun menyatakan sebanyak 59,7 persen responden menganggap pembahasan UU Cipta Kerja tidak demokratis.

Survei diselenggarakan pada 20-22 Oktober dengan melakukan wawancara telepon terhadp 523 responden yang tersebar di 34 provinsi. Tingkat kepercayaan survei 95 persen dengan nirpencuplikan penelitian 4,3 persen.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Hasil Survei Litbang Kompas Terkait Isu Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja", 

Penulis : Tsarina Maharani
Editor : Bayu Galih

Selanjutnya: Hanya Rp 174 juta, lelang rumah sitaan Bank CIMB Niaga ini seluas 72 m2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×