Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data realisasi neraca dagang Indonesia periode April 2025 pada Senin (2/6) besok. Para Ekonom memproyeksikan hasil realisasi neraca dagang Indonesia per April 2025 akan tetap surplus, meski terjadi penyempitan.
Head of Macroeconomic & Financial Market Research Department Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan, surplus neraca dagang RI per April 2025 diprediksi akan mengalami penyempitan dibandingkan bulan sebelumnya, yang surplus US$ 4,33 miliar per Maret.
"Ekspor kemungkinan masih tumbuh positif secara tahunan. Perkiraan kami neraca perdagangan masih akan surplus, dan hitungan kami surplus US$ 2,7 miliar," ungkap Dian kepada Kontan, Jumat (30/5).
Dian melanjutkan, penyebab neraca dagang tetap surplus meski menyempit adalah karena ada faktor eksportir yang mempercepat pengiriman barangnya sebagai antisipasi penerapan tarif Trump, namun demikian terjadi penurunan harga komoditas ekspor.
Baca Juga: Para Ekonom Proyeksi Surplus Neraca Perdagangan Menyusut di April 2025
Meski demikian, Tim Ekonom Bank Mandiri masih memperkirakan bahwa antisipasi pelaku usaha terhadap penundaan tarif resiprokal pada April diperkirakan menjadi faktor utama yang mendorong ekspor tetap tumbuh positif.
Ekspor diperkirakan tumbuh 4,6% secara tahunan (year on year/yoy) atau terkontraksi 11,8% secara bulanan (month to month/mom). Penurunan ekspor secara bulanan disebabkan oleh berlanjutnya moderasi harga komoditas terutama batubara, CPO, dan nikel. Sementara secara tahunan harga CPO dan baja masih tumbuh positif.
Dari sisi impor, diperkirakan tumbuh 5,5% yoy atau tekontraksi 5,8% mom, sejalan dengan faktor low base dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, aktivitas industri yang melemah (PMI manufaktur 46,7) dan normalisasi impor pasca Ramadan dan Idulfitri perkirakan menjadi faktor yang mendorong impor turun secara bulanan. Data PMI manufaktur juga menyebutkan adanya penurunan aktivitas pembelian bahan baku.
"Dari sisi impor, akan melambat karena faktor normalisasi setelah lebaran," tambah Dian.
Berdasarkan tracking data perdagangan dari negara mitra perdagangan utama Indonesia pada April 2025, impor China, India, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang mencatat penurunan secara bulanan.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan mengalami penyusutan pada April 2025, seiring dengan perlambatan aktivitas ekspor dan impor yang dipengaruhi oleh libur panjang Idul Fitri.
"Neraca perdagangan diperkirakan tetap surplus, meskipun mengalami perlambatan dari US$ 4,33 miliar pada Maret 2025 menjadi US$ 3,10 miliar pada April 2025," ujar Josua kepada Kontan, Jumat (30/5).
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan RI Diproyeksi Menyempit Jadi US$ 3,10 Miliar di April 2025
Menurut Josua, pelemahan ini utamanya disebabkan oleh faktor musiman, di mana aktivitas ekspor dan impor biasanya melambat selama periode libur Idul Fitri. Ekspor Indonesia diperkirakan turun sebesar 9,22% secara bulanan (month-to-month/mom), meskipun masih mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 7,60% (year-on-year/yoy).
Selain faktor musiman, penurunan harga komoditas utama seperti crude palm oil (CPO) dan batubara turut menekan nilai ekspor pada bulan tersebut.
“Aktivitas ekspor biasanya melambat selama liburan Idul Fitri, yang tahun ini jatuh pada minggu pertama April 2025,” jelas Josua.
Sementara itu, impor Indonesia juga diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 4,83% mom, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 6,57% yoy. Meskipun menurun, penurunan impor dinilai tidak sedalam penurunan ekspor, karena adanya percepatan aktivitas impor menjelang penerapan tarif balasan oleh Amerika Serikat.
"Kontraksi bulanan impor diperkirakan lebih kecil dibandingkan ekspor, didorong oleh aktivitas impor yang dimajukan akibat tarif resiprokal AS," jelas Josua.
Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah harga minyak global yang lebih lemah serta pelemahan nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Di sisi lain, ketegangan dagang antara AS dan China mulai mereda setelah kedua negara sepakat menurunkan tarif secara signifikan mulai 12 Mei 2025, dengan masa berlaku 90 hari. Langkah ini menjadi katalis positif bagi prospek ekonomi global dan mendongkrak permintaan secara keseluruhan.
Meski demikian, Josua menilai tekanan eksternal terhadap ekspor Indonesia masih ada. Meskipun tarif AS terhadap produk China telah diturunkan, levelnya masih lebih tinggi dibanding sebelum perang dagang jilid dua. Hal ini berpotensi menekan kinerja ekspor Indonesia, terlebih di tengah normalisasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi China.
Namun begitu, permintaan domestik yang lesu diperkirakan turut membatasi laju impor, sehingga mampu menopang posisi ekspor bersih Indonesia dalam jangka pendek.
Selanjutnya: Simak Kinerja Keuangan dan Operasional Medco Energi (MEDC) di Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: Terbaru di Bulan Juni, Promo Burger Bangor GrabFood Exclusive Diskon sampai 35%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News