Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali melakukan kebijakan automatic adjustment atau pencadangan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang diblokir sementara pada pagu belanja K/L tahun anggaran 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kebijakan automatic adjustment ini salah satunya akan digunakan untuk menambah alokasi anggaran subsidi pupuk.
Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai jika pernyataan itu justru memperjelas sumber anggaran untuk tambahan subsidi pupuk saat ini.
Baca Juga: Jokowi Blokir Anggaran K/L Rp 50 Triliun Untuk Subsidi Pupuk Jelang Pilpres
Menurutnya, rencana pemerintah menambah anggaran subsidi itu sudah mencuat sejak akhir tahun 2023.
"Kalau untuk tambahan pupuk bersubsidi, sebenarnya Presiden Jokowi sudah ngomong sejak akhir tahun lalu. Beliau sudah ngomong akan ada tambahan Rp 14 triliun," ujar Khudori saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Senin (5/2).
Khudodi menegaskan bahwa dalam FGD terakhir tanggal 24 Januari lalu, Kementerian Pertanian menginformasikan bahwa anggarannya belum jelas.
"Nah, keterangan Pak Airlangga memperjelas sumber anggaran yang belum jelas itu," ungkapnya.
Khudori justru mengklaim jika Bantuan Langsung Tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan yang dilakukan tanpa perencanaan matang.
"Yang tiba-tiba dan sepertinya tanpa perencanaan matang ya BLT Mitigasi Risiko Pangan yang juga diinformasikan oleh Pak Airlangga pada Senin minggu lalu," ujar dia.
Padahal, sebelumnya tidak ada informasi apapun ihwal BLT tersebut. Bahkan, nama BLT Mitigasi Risiko Pangan pun bermasalah.
Ia juga mempertanyakan langkah pemerintah yang terlalu berlebihan dalam mengatasi fenomena El Nino yang ternyata tidak mengharuskan untuk mengekuarkan BLT pangan.
"Apakah ada risiko pangan luar biasa saat ini sehingga perlu ada BLT dadakan? Selain itu, apa dasarnya BLT tiga bulan disalurkan semua awal Februari 2024 atau sebelum Pilpres 14 Februari 2024. Apa ada hal mendesak?" ucapnya.
Kata dia, bahwa BLT ini muncul tiba-tiba tampak dari penjelasan Kepala BKF Kementerian Keuangan bahwa anggarannya masih akan dicari.
"Cara-cara seperti ini bakal memengaruhi tata kelola APBN. Program yang sudah direncanakan jauh-jauh hari bisa terganggu, bahkan dimasukkan kena automatic adjusment," ungkapnya.
Padahal, bisa jadi, program itu penting. Bansos yang muncul tiba-tiba tanpa perencanaan matang juga potensial tidak tepat sasaran dan ditunggangi oleh kepentingan tertentu, termasuk kepentingan politik.
"Apa sih urgensi BLT Mitigasi Risiko Pangan? Bukankah sudah ada sekian banyak jaring pengaman sosial reguler: PKH, Program Sembako, BPJS kesehatan untuk skema PBI, Kartu Indonesia Pintar?" sambungnya.
Baca Juga: Tambahan Anggaran Subsidi Pupuk Rp 14 Triliun Tunggu Persetujuan DPR
Menurut Khudori, mulai dari Januari hingga Juni 2024 juga masih terdapat bantuan pangan beras untuk 22 juta keluarga yang masing2 dapat 10 kg beras per bulan. Ini kelanjutan program tahun lalu, yang disalurkan selama 7 bulan.
"Bukankah sebelumnya juga sudah ada BLT El Nino? Jika pun ada gejolak harga pangan, gejolak ini masih bisa terkaver oleh beragam bansos dan jaring pengaman sosial itu," lanjutnya.
Lebih lanjut, Khudori mempertanyakan urgensi dari sikap Jokowi sebagai seorang Presiden yang secara langsung membagikan bansos tersebut. Khudori menyebut itu sebuah fenomena yang cukup aneh.
"Bukankah membagikan bansos itu cukup dikerjakan oleh aparat RT, RW, kepala desa atau lurah? Karena banyak keganjilan itu, bisa dipahami jika memang ada udang di balik batu dari bansos BLT Mitigasi Risiko Bencana ini," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News