Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai stimulus yang dijanjikan pemerintah belum cukup untuk menjawab tantangan ekonomi riil yang dihadapi masyarakat.
Menurut Bhima, saat ini persoalan daya beli lemah dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin diperburuk oleh kenaikan harga beras di berbagai daerah.
“Tekanan perusahaan imbas efisiensi anggaran juga meningkat. Jika stimulusnya hanya sebatas Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kredit investasi, maka imbas ke serapan kerja dan daya beli tidak maksimal,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (1/9/2025).
Baca Juga: PMI Manufaktur Agustus 2025 Kembali Ekspansi, Begini Respons dari Pelaku Industri
Bhima mengkritisi skema MBG yang dinilai tidak menambah kapasitas baru, melainkan hanya menggantikan program lain karena sumber dananya berasal dari efisiensi transfer daerah.
“Jadi sifatnya MBG adalah substitusi program lainnya,” jelasnya.
Ia juga menilai program diskon pariwisata untuk momen libur Natal dan Tahun Baru tidak akan berdampak signifikan. Hal ini dikarenakan efeknya masih cukup panjang dan tidak sebesar pada saat Lebaran.
Sebagai alternatif, Bhima menyarankan agar stimulus langsung menyasar konsumsi kelompok menengah ke bawah. Ia mengusulkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan menjadi 8% untuk mendorong belanja masyarakat.
Baca Juga: Perpres Pembangkit Listrik Sampah Rampung, Tinggal Tunggu Diteken Presiden Prabowo
“Pelaku usaha ritel pastinya juga menyambut baik,” tambahnya.
Selain itu, Bhima menekankan pentingnya memberikan stimulus pada industri padat karya melalui potongan tarif listrik.
Ia mencontohkan, diskon tarif listrik 40% untuk industri padat karya lebih dirasakan dibanding kredit investasi padat karya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News