kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani wanti-wanti lifting migas masih di bawah asumsi pemerintah


Minggu, 28 November 2021 / 22:44 WIB
Sri Mulyani wanti-wanti lifting migas masih di bawah asumsi pemerintah
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mulai mewaspadai realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) masih di bawah perkiraan pemerintah. Sebab, kondisi ini akan mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Laporan APBN mencatat sampai dengan akhir September 2021 menunjukkan, realisasi lifting minyak sebanyak 660.890 barel per hari (bph) year to date (ytd). Rata-rata galian minyak tersebut lebih rendah dibandingkan asumsi pemerintah di 705.000 bph.

Sementara itu, lifting gas bumi di periode sama tercatat sebesar 997.000 barel setara minyak per hari (bsmph) ytd, lebih sedikit dari target pemerintah di 1.007 bsmph.

“Secara ytd dua hal lifting migas kita perlu diperbaiki karena di bawah asumsi. Ini yang tentu dari sisi target penerimaan terutama dari sis kuantitas perlu ditingkatkan. Meskipun terkompensasi dengan harga minyak yang lebih tinggi,” ujar Sri Mulyani, Kamis (26/11).

Baca Juga: Agar produksi meningkat, pengamat menilai insentif hulu migas diperlukan

Benar saja, harga minyak mental Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) sepanjang Januari-Oktober sebesar US$ 66,87 per barel secara ytd. Angka ini melonjak 32,7% dari asumsi harga minyak dari pemerintah sebesar US$ 45 per barel.

Alhasil, meski lifting migas menurun, dengan lonjakan harga, penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas tumbuh 55,7% year on year (yoy) sampai dengan akhir Oktober 2021.Sejalan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP) sumber daya alam (SDA) migas tumbuh 23,1% yoy.

“Harga minyak mentah kita jauh di atas yang diasumsikan dalam APBN realisasi end of periode-nya bahkan sudah mencapai US$ 81,8 per barel,” ucap Menkeu.

Menkeu memperkirakan harga migas hingga pengujung tahun stabil karena peningkatan permintaan bertepatan dengan periode musim dingin di sejumlah negara. Terlebih daya beli global menguat dibandingkan tahu lalu karena pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Sebanyak 15 proyek migas diprediksi bisa onstream pada tahun 2021

Kendati demikian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, koreksi harga migas masih sangat mungkin terjadi. “Beberapa sekarang ini mengalami koreksi, namun kita tetap melihat dinamika minyak, gas, dan batubara sangat dinamis,” ujar Menkeu.

Di sisi lain, dalam APBN 2022 pemerintah menargetkan harga ICP sebesar US$ 63 per barel dengan lifting minyak dan lifting gas bumi masing-masing sejumlah 703.000 pbh dan 1.036 bsmph.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, memang setiap tahunnnya lifting minyak mengalami penurunan karena merupakan energi fosil yang tidak dapat diperbarui.

“Namun harusnya dengan kementerian terkait bisa melakukan eksplorasi ladang baru untuk menambah galian. Ini harus sembari mengembangkan energi terbarukan supaya ada kompensasi dari penurunan lifting,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (28/11).

Kendati begitu Faisal mengatakan harga migas relatif masih aman di tahun depan. Sehingga, sensitivitas harga migas terhadap APBN masih sejalan dengan perkiraan pemerintah.

Ia memperkirakan pada semester I-2022 harga minyak akan bertengger di kisaran rerata US$ 70-US$ 80 per barel. Kemudian, pada semester II-2021 akan turun ke US$ 50 per barel.

“Meski ada ketidakpastian karena supply (OPEC) dan varian Covid-19 yang baru ke depan sehingga masih ada risiko pelemahan ekonomi global,” ujarnya.

Faisal menambahkan, dalam jangka pendek-menengah, pemerintah masih bisa mengandalkan migas sebagai penerimaan negara, tapi tidak menjamin untuk jangka panjang. Makanya, ia menyarankan agar pemerintah mencari ladang penerimaan negara dari sumber baru seperti energi baru terbarukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×