Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Kendati demikian, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, koreksi harga migas masih sangat mungkin terjadi. “Beberapa sekarang ini mengalami koreksi, namun kita tetap melihat dinamika minyak, gas, dan batubara sangat dinamis,” ujar Menkeu.
Di sisi lain, dalam APBN 2022 pemerintah menargetkan harga ICP sebesar US$ 63 per barel dengan lifting minyak dan lifting gas bumi masing-masing sejumlah 703.000 pbh dan 1.036 bsmph.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, memang setiap tahunnnya lifting minyak mengalami penurunan karena merupakan energi fosil yang tidak dapat diperbarui.
“Namun harusnya dengan kementerian terkait bisa melakukan eksplorasi ladang baru untuk menambah galian. Ini harus sembari mengembangkan energi terbarukan supaya ada kompensasi dari penurunan lifting,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (28/11).
Kendati begitu Faisal mengatakan harga migas relatif masih aman di tahun depan. Sehingga, sensitivitas harga migas terhadap APBN masih sejalan dengan perkiraan pemerintah.
Ia memperkirakan pada semester I-2022 harga minyak akan bertengger di kisaran rerata US$ 70-US$ 80 per barel. Kemudian, pada semester II-2021 akan turun ke US$ 50 per barel.
“Meski ada ketidakpastian karena supply (OPEC) dan varian Covid-19 yang baru ke depan sehingga masih ada risiko pelemahan ekonomi global,” ujarnya.
Faisal menambahkan, dalam jangka pendek-menengah, pemerintah masih bisa mengandalkan migas sebagai penerimaan negara, tapi tidak menjamin untuk jangka panjang. Makanya, ia menyarankan agar pemerintah mencari ladang penerimaan negara dari sumber baru seperti energi baru terbarukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News