kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani sebut libur panjang akhir tahun bisa jadi sentimen negatif ekonomi


Senin, 14 Desember 2020 / 16:41 WIB
Sri Mulyani sebut libur panjang akhir tahun bisa jadi sentimen negatif ekonomi
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti?pertemuan KTT G20 tahun 2020 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, 22 November 2020.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan libur panjang akhir tahun bisa menjadi sentimen negatif terhadap perekonomian dalam negeri.

Ia bilang bila pengendalian kesehatan pandemi virus corona tidak bisa diatasi, maka akan memicu peningkatan jumlah kasus. Sehingga, aktivitas ekonomi diprediksi akan kembali melandai sebagai upaya pembatasan sosial untuk mencegah penularan virus corona.

“Indonesia perlu waspadai akhir tahun karena kegiatan masyarakat meningkat akibat liburan panjang dan ada pilkada kemarin. Harus betul-betul dijaga jangan sampai rem harus diinjak karena Covid-19 mengalami eskalasi melonjak,”  kata Sri Mulyani dalam sambutan di sebuah acara yang berlangsung secara virtual, Senin (14/12).

Sebagai info, di akhir Desember ini pemerintah telah menetapkan hari libur nasional yakni 24-25 Desember 2020 dan 31 Desember 2020 hingga 1 Januari 2021. Namun, di tanggal 28-30 Desember 2020 pemerintah telah menghapus dari jadwal libur cuti bersama.

Baca Juga: Pembayaran pita cukai rokok putih bisa sampai 90 hari, Gaprindo mengapresiasi

Sri Mulyani mengatakan di beberapa negara dampak dari gelombang kedua pandemi virus corona sangat dirasakan di kuartal IV-2020 seperti di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Misalnya di Jerman, pemerintah setempat kembali memperketat pembatasan sosial akibat gelombang kedua virus corona.

Kemudian, Perancis, Norwegia, dan Swedia yang masih bergelut mengendalikan penyebaran virus asal China tersebut, karena protokol kesehatan atas kegiatan sosial-masyakarat secara tidak konvensional.

“Ini mengambarkan bahwa, Covid-19 tidak boleh dianggap remeh. Negara paling maju paling disiplin miliki sistem kesehatan paling kuat harus juga melakukan langkah langkah luar biasa. Hari ini kita liat di Tokyo, Jepang dan Korea Selatan ada langkah langkah penanganan kemungkinan terjadi gelombang kedua,” ujar Menkeu.

Baca Juga: Sri Mulyani beri insentif penundaan pembayaran pita cukai untuk rokok putih



TERBARU

[X]
×