kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

S&P mengingatkan potensi gejolak rupiah


Rabu, 14 Maret 2018 / 12:20 WIB
S&P mengingatkan potensi gejolak rupiah
ILUSTRASI.


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tanda-tanda kebangkitan perekonomian Indonesia sudah terlihat pada awal tahun ini. Namun lembaga rating utang global, Standard and Poor's (S&P), mengingatkan potensi ancaman bagi ekonomi Indonesia.

Ancaman itu berupa pelemahan rupiah, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) Seven Days Repo Rate (BI-7 DRR). Jangan lupa pula, kelesuan konsumsi belum pulih. Alhasil, sejumlah tantangan itu bisa menahan proyeksi laju ekonomi nasional.

Tahun ini, modal kebangkitan ekonomi sejatinya mulai kuat. Misalnya, kinerja sejumlah korporasi besar membaik sepanjang tahun 2017. Mayoritas korporasi besar mencatatkan kenaikan laba, utamanya perbankan dalam negeri.

Lihat saja, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatat laba bersih Rp 28,9 triliun, naik dari tahun 2016 Rp 26,2 triliun. Sementara laba korporasi properti, PT Bumi Serpong Damai Tbk, melesat 174% menjadi Rp 4,92 triliun. Sementara emiten konstruksi, PT Waskita Karya Tbk, mencatatkan laba Rp 3,88 triliun, naik dari Rp 1,7 triliun.

Industri manufaktur juga semakin tumbuh. Indikasi itu tampak dari kenaikan impor bahan baku dan barang modal pada Januari 2018. Nilai impor bahan baku produksi industri manufaktur itu mencapai sekitar US$ 13,78 miliar, jauh di atas periode sama tahun lalu yang senilai US$ 10,95 miliar. Begitu pula jalu kredit perbankan pada Januari 2018 yang tercatat tumbuh 7,4%.

Namun sejumlah indikator positif itu tak cukup di mata S&P. Perusahaan rating ini melihat sejumlah risiko yang bisa menjegal ekonomi Indonesia. Peringatan tersebut disampaikan S&P kemarin

Sejumlah risiko itu, misalnya, reformasi kebijakan pemerintah maupun reformasi pajak bisa terhambat akibat panasnya suhu politik tahun politik 2019. Efek perang dagang di dunia juga bisa mengganjal ekonomi Indonesia.

Nah, ada satu poin lagi yang diingatkan S&P agar diwaspadai Indonesia, yakni gejolak di sektor moneter. Episentrum gejolak ini adalah kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve AS sampai empat kali. Agenda ini bisa menyedot dana asing di Indonesia, serta menaikkan beban bunga utang. Dampak selanjutnya, rupiah akan melemah sehingga menggoyang daya tahan ekonomi dalam negeri.

Tanda itu mulai tampak di pasar saham. Dana investor asing Rp 28,65 triliun keluar dari pasar saham Indonesia sejak awal tahun 2018.

Kemarin, kurs rupiah di posisi Rp 13.757 per dollar AS. Memang, kurs menguat dari perdagangan sehari sebelumnya di level Rp 13.768 per dollar AS. Tapi, nilai tersebut turun sekitar 3,5% dibanding dengan posisi Januari 2018. "Masalah yang lebih besar adalah terkait depresiasi. Kepercayaan investor tampaknya mempengaruhi depresiasi dengan cepat," jelas Xavier Jean, Senior Director Corporate Ratings S&P, saat konferensi pers, Selasa (13/3).

Meski begitu, Xavier menilai, posisi rupiah saat ini relatif aman bagi Indonesia. Bagi Indonesia, rupiah masuk teritori tak aman jika turun ke level Rp 15.000 per dollar AS.

Gubernur BI Agus Martowardojo juga menanggapi santai kekhawatiran S&P. "Selama ini BI bisa menjaga stabilitas rupiah tetap mencerminkan fudamental ekonomi kita," kata Agus. Dia optimistis pelemahan rupiah saat ini bersifat sementara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×